Search This Blog

Sunday, October 13, 2019

RAHWANA

Dalam mitologi Hindu, Rahwana (Devanagari: रावण, IAST Rāvaṇa; kadangkala dialihaksarakan sebagaiRaavana dan Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu.
Rahwana dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama “Dasamukha” (दशमुख, bermuka sepuluh), “Dasagriva” (दशग्रीव, berleher sepuluh) dan “Dasakanta” (दशकण्ठ, berkerongkongan sepuluh). Ia juga memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan sebagai ksatria besar.
Asal-usul
Ibu Rahwana bernama Kaikesi, seorang puteri Raja Detya bernama Sumali. Sumali memperoleh anugerah dari Brahma sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia. Sumali berpesan kepada Kekasi agar ia menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Di antara para resi, Kekasi memilih Wisrawa sebagai pasangannya. Wisrawa memperingati Kekasi bahwa bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka menjadi jahat, namun Kekasi menerimanya meskipun diperingatkan demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan kepribadian setengah brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir, Rahwana diberi nama “Dasanana” atau “Dasagriwa”, dan konon ia memiliki sepuluh kepala. Beberapa alasan menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah pantulan dari permata pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau ada yang menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah simbol bahwa Rahwana memiliki kekuatan sepuluh tokoh tertentu.

Tapa kepada Brahma
Saat masih muda, Rahwana mengadakan tapa memuja Dewa selama bertahun-tahun. Karena berkenan dengan pemujaannya, brahma muncul dan mempersilakan Rahwana mengajukan permohonan. Mendapat kesempatan tersebut, Rahwana memohon agar ia hidup abadi, namun permohonan tersebut ditolak oleh Brahma. Sebagai gantinya, Rahwana memohon agar ia kebal terhadap segala serangan dan selalu unggul di antara para dewa, makhluk surgawi, rakshasa, detya, danawa, segala naga dan makhluk buas. Karena menganggap remeh manusia, ia tidak memohon agar unggul terhadap mereka. Mendengar permohonan tersebut, Brahma mengabulkannya, dan menambahkan kepandaian menggunakan senjata dewa dan ilmu sihir.
Setelah memperoleh anugerah Brahma, Rahwana mencari kakeknya, Sumali, dan memintanya kuasa untuk memimpin tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju Alengka. Alengka merupakan kota yang permai, diciptakan oleh seorang arsitek para dewa bernama Wiswakarma untuk Kubera, Dewa kekayaan. Kubera juga merupakan putera Wisrawa, dan bermurah hati untuk membagi segala miliknya kepada anak-anak Kekasi. Namun Rahwana menuntut agar seluruh Alengka menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan kekerasan. Wisrawa menasihati Kubera agar memberikannya, sebab sekarang Rahwana tak tertandingi.
Ketika Rahwana merampas Alengka untuk memulai pemerintahannya, ia dipandang sebagai pemimpin yang sukses dan murah hati. Alengka berkembang di bawah pemerintahannya. Konon rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan di kerajaan tersebut.

Bakti kepada Siwa
Setelah keberhasilannya di Alengka, Rahwana mendatangi Dewa Siwa di kediamannya di gunung Kailasha. Tanpa disadari, Rahwana mencoba mencabut gunung tersebut dan memindahkannya sambil main-main. Siwa yang merasa kesal dengan kesombongan Rahwana, menekan Kailasha dengan jari kakinya, sehingga Rahwana tertindih pada waktu itu juga. Kemudian Gana datang untuk memberitahu Rahwana, pada siapa ia harus bertobat. Lalu Rahwana menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Siwa, dan konon ia melakukannya selama bertahun-tahun, sampai Siwa membebaskannya dari hukuman. Terkesan dengan keberanian dan kesetiaannya, Siwa memberinya kekuatan tambahan, khususnya pemberian hadiah berupaChandrahasa (pedang-bulan), pedang yang tak terkira kuatnya. Selanjutnya Rahwana menjadi pemuja Siwa seumur hidup. Rahwana terkenal dengan tarian pemujaannya kepada Siwa yang bernama “Shiva Tandava Stotra“. Semenjak peristiwa tersebut ia memperoleh nama ‘Rahwana’, berarti “(Ia) Yang raungannya dahsyat”, diberikan kepadanya oleh Siwa – konon bumi sempat berguncang saat Rahwana menangis kesakitan karena ditindih gunung.
Raja di tiga dunia
Dengan kekuatan yang diperolehnya, Rahwana melakukan penyerangan untuk menaklukkan ras manusia, makhluk jahat (asura – rakshasa – detya – danawa), dan makhluk surgawi. Setelah menaklukkan Patala(dunia bawah tanah), ia mengangkat Ahirawan sebagai raja. Rahwana sendiri menguasai ras asura di tiga dunia. Karena tidak mampu mengalahkan Wangsa Niwatakawaca dan Kalakeya, ia menjalin persahabatan dengan mereka. Setelah menaklukkan para raja dunia, ia mengadakan upacara yang layak dan dirinya diangkat sebagai Maharaja.
Oleh karena Kubera telah menghina tindakan Rahwana yang kejam dan tamak, Rahwana mengerahkan pasukannya menyerbu kediaman para dewa, dan menaklukkan banyak dewa. Lalu ia mencari Kubera dan menyiksanya secara khusus. Dengan kekuatannya, ia menaklukkan banyak dewa, makhluk surgawi, dan bangsa naga.

Istri dan wanita
Selain terkenal sebagai penakluk tiga dunia, Rahwana juga terkenal akan petualangannya menaklukkan para wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah Mandodari, putera Mayasuradengan seorang bidadari bernama Hema. Ramayana mendeskripsikan bahwa istana Rahwana dipenuhi oleh para wanita cantik yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Dalam Ramayana juga dideskripsikan bahwa diAlengka, semua wanita merasa beruntung apabila Rahwana menikahinya. Dua legenda terkenal menceritakan kisah pertemuan Rahwana dengan wanita istimewa.

Wanita istimewa pertama adalah Wedawati, seorang pertapa wanita. Wedawati mengadakan pemujaan ke hadapan Wisnu agar ia diterima menjadi istrinya. Ketika Rahwana melihat kecantikan Wedawati, hatinya terpikat dan ingin menikahinya. Ia meminta Wedawati untuk menghentikan pemujaannya dan ia merayu Wedawati agar bersedia untuk menikahinya. Karena Wedawati menolak, Rahwana mencoba untuk melarikannya. Kemudian Wedawati bersumpah bahwa ia akan lahir kembali sebagai penyebab kematian Rahwana. Setelah berkata demikian, Wedawati membuat api unggun dan menceburkan diri ke dalamnya. Bertahun-tahun kemudian ia bereinkarnasi sebagai Sita, yang diculik oleh Rahwana sehingga Rama turun tangan dan membunuh Rahwana.

Penculikan Sinta
Setelah pos jaga para raksasa di Yanasthana dihancurkan oleh Rama dan Laksmana, berita tersebut disampaikan kepada Rahwana. Menteri Rahwana yang bernama Akampana menyarankan agar Rahwana mau menculik Sita, namun niat tersebut ditolak oleh Marica. Setelah adik perempuan Rahwana yang bernama Surpanaka mengadu bahwa dua orang kesatria telah melukainya, Rahwana marah besar. Ia segera menuju ke kediaman Marica untuk meminta bantuan, tanpa memedulikan nasihat baik dari Marica. Setelah rencana disusun, Marica menyamar menjadi kijang kencana untuk mengalihkan perhatian Rama, sedangkan Rahwana menyamar menjadi seorang brahmana tua yang lemah. Ketika Rama dan Laksmana berada jauh, Rahwana segera menjangkau Sita, dan setelah itu Sita dibawa kabur. Sita disekap di taman Asoka, letaknya di dalam lingkungan istana Rahwana di kerajaan Alengka. Di sana, Rahwana berkali-kali mencoba merayu Sita namun tidak pernah berhasil.

Pertempuran dan kematian
Tindakan Rahwana mengundang kemarahan Rama. Dengan bantuan dari raja wanara bernama Sugriwa, Rama menggempur Alengka. Untuk mengantisipasi serangan Rama, Rahwana mengirimkan pasukan terbaiknya yang dipimpin oleh raksasa-raksasa kuat. Serangan pertama dilakukan oleh Hanoman pada saat ia datang ke Alengka sebagai mata-mata untuk menemui Sita. Dalam pertempuran tersebut, putera Rahwana yang bernama Aksayakumara gugur. Dalam pertempuran selanjutnya, para menteri dan kerabat Rahwana gugur satu persatu, termasuk Indrajit putera Rahwana dan Kumbakarna adik Rahwana.

Pada hari pertempuran terakhir, Rahwana maju ke medan perang sendirian dengan menaiki kereta kencana yang ditarik delapan ekor kuda terpilih. Ketika ia keluar dari Alengka, langit menjadi gelap oleh gerhana matahari yang tak terduga. Beberapa orang berkata bahwa itu merupakan pertanda buruk bagi Rahwana yang tidak menghiraukannya sama sekali. Pertempuran terakhir antara Rama dengan Rahwana berlangsung dengan sengit. Pada pertempuran itu, Rama menaiki kereta Indra dari sorga, yang dikemudikan oleh Matali. Setiap Rama mengirimkan senjatanya untuk menghancurkan Rahwana, raksasa tersebut selalu dapat bangkit kembali sehingga membuat Rama kewalahan. Untuk mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata Brahmastra yang tidak biasa. Senjata tersebut menembus dada Rahwana dan merenggut nyawanya seketika.
Salah satu versi Ramayana menceritakan bahwa Rahwana tidak mampu dibunuh meski badannya dihancurkan sekalipun, sebab ia menguasai ajian Rawarontek serta Pancasona. Untuk mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata sakti yang dapat berbicara bernama Kyai Dangu. Senjata tersebut mengikuti kemana pun Rahwana pergi untuk menyayat kulitnya. Setelah Rahwana tersiksa oleh seranganKyai Dangu, ia memutuskan untuk bersembunyi di antara dua gunung kembar. Saat ia bersembunyi, perlahan-lahan kedua gunung itu menghimpit badan Rahwana sehingga raja raksasa itu tidak berkutik. Menurut cerita, kedua gunung tersebut adalah kepala dari Sondara dan Sondari, yaitu putera kembar Rahwana yang dibunuh untuk mengelabui Sinta Versi ini ditampilkan oleh R. A. Kosasih dalam komik Ramayana karyanya.

Keluarga
Rahwana memiliki banyak kerabat dan saudara yang disebutkan dalam Ramayana. Karena sulit menemukan data-data mengenai mereka selain Ramayana, tidak banyak yang diketahui tentang mereka. Menurut Ramayana, ibu Rahwana adalah puteri seorang Detya bernama Kekasi, menikahi seorang pertapa bernama Wisrawa. Rahwana memiliki kakek bernama Pulastya, putera Brahma. Dari pihak ibunya, Rahwana memiliki kakek bernama Sumali, dan ia memiliki paman bernama Marica, putera Tataka, saudaraMalyawan. Rahwana memiliki tiga istri, dan tujuh putera.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

DEWI SHINTA

Dewi Sinta adalah putri Prabu Janaka, raja negara Mantili atau Mitila (Mahabharata). Dewi Sinta diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, istri Bathara Wisnu. Selain sangat cantik, Dewi Sinta merupakan putri yang sangat setia, jatmika (selalu dengan sopan santun) dan suci trilaksita (ucapan, pikiran dan hati)nya. Dewi Sinta menikah dengan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kusalya dari negara Ayodya, setelah Rama memenangkan sayembara mengangkat busur Dewa Siwa di negara Mantili. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Lawa dan Kusya.

Dengan setia Dewi Sinta mengikuti suaminya, Ramawijaya menjalani pengasingan. Karena terpesona oleh keindahan Kijang Kencana penjelmaan Ditya Marica, Dewi Sinta akhirnya diculik oleh Prabu Dasamuka dan ditawan di taman Argasoka negara Alengka hampir 12 tahun lamanya. Ia akhirnya dapat dibebaskan oleh Ramawijaya, setelah berhasil membinasakan Prabu Dasamuka dan semua senapati perang Alengka.

Menurut Mahabharata, Dewi Sinta tidak lama tinggal di istana Ayodya sebagai permaisuri Prabu Rama. Karena kecurigaan Prabu Rama terhadap kesucian Dewi Sinta walau telah dibuktikan dengan hukum bakar di Alengka, Dewi Sinta kemudian diasingkan dari istana Ayodya, dan hidup di pertapaan Resi Walmiki. Di tempat itulah Dewi Sinta melahirkan kedua putra kembarnya. Lawa dan Kusya. Akhir riwayatnya diceritakan, Dewi Sinta mati ditelan bumi saat akan boyong kembali ke istana Ayodya.
1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

RAMAYANA

Dikisahkan di sebuah negeri bernama Mantili ada seorang puteri nan cantik jelita bernama Dewi Shinta. Dia seorang puteri raja negeri Mantili yaitu Prabu Janaka. Suatu hari sang Prabu mengadakan sayembara untuk mendapatkan sang Pangeran bagi puteri tercintanya yaitu Shinta, dan akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh Putera Mahkota Kerajaan Ayodya, yang bernama Raden Rama Wijaya. Namun dalam kisah ini ada juga seorang raja Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan kepada Dewi Shinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan Rahwana, Shinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Shinta. Rahwana ingin menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya Rahwana mengubah seorang hambanya bernama Marica menjadi seekor kijang kencana. Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang ‘jadi-jadian’ itu, karena Dewi Shinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan Lesmana menunggui.
Dalam waktu sudah cukup lama ditinggal berburu, Shinta mulai mencemaskan Rama, maka meminta Lesmana untuk mencarinya. Sebelum meninggalkan Shinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat perlindungan guna menjaga keselamatan Shinta yaitu dengan membuat lingkaran magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar yaitu dengan mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Shinta mengulurkan tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh sedikitpun! Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap tangan dan menarik Shinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana, Shinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak menolong Dewi Shinta. Jatayu dapat mengenali Shinta sebagai puteri dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta ditinggal sendirian, namun sesampainya Shinta tidak ditemukan. Selanjutnya mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui bahwa yang menculik Shinta adalah Rahwana! Setelah menceritakan semuanya akhirnya si burung garuda ini meninggal.

Mereka berdua memutuskan untuk melakukan perjalanan ke istana Rahwana dan ditengah jalan mereka bertemu dengan seekor kera putih bernama Hanuman yang sedang mencari para satria guna mengalahkan Subali. Subali adalah kakak dari Sugriwa paman dari Hanuman, Sang kakak merebut kekasih adiknya yaitu Dewi Tara. Singkat cerita Rama bersedia membantu mengalahkan Subali, dan akhirnya usaha itu berhasil dengan kembalinya Dewi Tara menjadi istri Sugriwa. Pada kesempatan itu pula Rama menceritakan perjalanannya akan dilanjutkan bersama Lesmana untuk mencari Dewi Shinta sang istri yang diculik Rahwana di istana Alengka. Karena merasa berutang budi pada Rama maka Sugriwa menawarkan bantuannya dalam menemukan kembali Shinta, yaitu dimulai dengan mengutus Hanuman persi ke istana Alengka mencari tahu Rahwana menyembunyikan Shinta dan mengetahui kekuatan pasukan Rahwana.

Taman Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Shinta menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka Shinta ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga berusaha membujuk Shinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan ‘memaksa’ Shinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan Shinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama. Setelah selesai menyampaikan maskudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka. Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Karena marahnya Hanuman akan dibunuh tetapi dicegah oleh Kumbakarna adiknya, karena dianggap menentang, maka Kumbakarna diusir dari kerjaan Alengka. Tapi akhirnya Hanuman tetap dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati tetapi Hanuman membakar kerajaan Alengka dan berhasil meloloskan diri. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah adanya laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Rahwana terjadi peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Kumbakarna raksasa yang bijaksana diminta oleh Rahwana menjadi senopati perang. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara Alengkadiraja.Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pad akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahmana mati kena panah pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.

Setelah semua pertempuran yang dasyat itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya masing-masing.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

Rama Wijaya

Negeri Ayodya adalah sebuah negeri yang memiliki wilayah yang luas dan subur. Rajanya bernama Dasarata. Ia memerintah kerajaan tersebut dengan adil dan bijaksana sehingga kehidupan rakyatnya menjadi aman dan damai.
Raja Dasarata memiliki watak kepanditaan pula. Ia amat menjunjung ajaran-ajaran tentang kebenaran. Karenanya rakyat Ayodya amat mencintai rajanya.
Rakyat Ayodya hidup tolong- menolong dan bergotong-royong. Mereka bekerja giat dan selalu patuh terhadap undang-undang Negeri Ayodya.


Prabu Dasarata mempunyai tiga orang permaisuri yaitu Kausalya, Kaikayi, dan Sumitra. Kausalya berputra Ramawijaya, Kaikayi berputra Barata, dan Sumitra berputra kembar, yaitu Laksamana dan Satrugna. Sifat dan watak para putra itupun amat terpuji. Mereka adalah satria yang berbudi luhur. Mereka amat mencintai rakyatnya sehingga rakyatnya pun amat berbakti.
Ramawijaya adalah seorang satria yang pandai berperang. Walaupun sikapnya lemah-lembut, tetapi ia tangkas menggunakan senjata, terutama panah. Ia rajin berlatih menggunakan panah sehingga tak ada satria lain yang mampu mengalahkan kepandaiannya dalam memanah. Busur yang seberapapun besarnya dapat dilengkungkan olehnya, dan sasaran yang betapapun jauhnya selalu terbidik dengan tepat.

Bala tentara Ayodya pun amat besar dan kuat serta memiliki pasukan berkuda yang tangguh. Gajah-gajah pun digunakan untuk berperang. Syahdan, datanglah seorang pendeta mengunjungi istana Ayodya. Ia bernama Bagawan Wiswamitra. Karena Prabu Dasarata sangat menghargai kehidupan beragama maka kedatangan Bagawan Wiswamitra disambut dengan segala kehormatan.
Bagawan Wiswamitra bertempat tinggal jauh dari kota Ayodya. Kedatangannya ke Ayodya kali ini bertujuan untuk meminta bantuan agar Sang Prabu menghalau raksasa-raksasa yang sering mengganggu ketentraman penduduk desa.
Sudah agak lama pertapaan Sang Bagawan selalu didatangi para raksasa perusuh dari negeri Raja Tatsaka. Mereka merusak sawah dan ladang para cantrik serta menangkap dan merampas ternak. Jika mereka tidak mendapatkan ternak, siapapun yang ditemuinya ditangkapnya pula dan dijadikan mangsa.

Penduduk desa di sekitar pertapaan Sang Bagawan sudah pernah mengadakan perlawanan tetapi karena jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah raksasa maka para raksasa itu tak dapat dikalahkan.
Para raksasa perusuh itu pun semakin kejam dan ganas. Prabu Dasarata amat bersedih mendengar pengaduan Bagawan Wiswamitra. Putranda Ramawijaya dan Laksamana dipanggilnya lalu diperintahkannya menumpas para raksasa yang membuat kekacauan di pertapaan Bagawan Wiswamitra.

Maka berangkatlah Ramawijaya dan Laksamana beserta pasukan Ayodya. Kedatangan para satria Ayodya itu pun disambut oleh para raksasa dengan geram. Pasukan Ayodya berperang dengan gagah berani sehingga para raksasa itu tumpas. Raja Tatsaka terbunuh oleh panah Ramawijaya.
Setelah para raksasa terusir, Bagawan Wiswamitra beserta para cantrik kembali ke pertapaannya. Para penduduk membersihkan puing-puing yang berserakan akibat peperangan. Rumah-rumah penduduk yang dirusak oleh para raksasa kini diperbaiki dan dibangun lagi.
Mereka juga mulai beternak. Sawah dan ladang yang rusak mereka cangkul dan garap lagi. Saluran-saluran air digali pula. Tanah-tanah yang baru dibuka dijadikan tanah garapan, dibagi-bagi dalam petak-petak persawahan, dan diairi. Benih-benih disebarkan.
Kuil-kuil yang runtuh pun mereka bangun kembali. Di bawah pimpinan Bagawan Wiswamitra, mereka berdoa dan menyelenggarakan upacara-upacara pemujaan. Mereka memanjatkan doa agar memperoleh ketentraman, kemakmuran dan kesejahteraan, serta dijauhkan dari segala penyakit dan perang.

Ramawijaya dan Laksamana kadangkala masih mengunjungi pertapaan Sang Bagawan untuk berjaga-jaga kalau masih ada raksasa yang hendak mengganggu ketentraman penduduk.
Tersebutlah Maharaja Janaka yang bertakhta di Negeri Mantilireja. Sang Raja mempunyai seorang putri yang amat cantik jelita. Putri yang halus budi bahasanya itu bernama Sita. Setelah Sita dewasa, Sang Raja mengadakan sayembara. Barang siapa yang mampu mengangkat busur Sang Raja dan melengkungkannya hingga patah, ia akan dikawinkan dengan Sita.
Berpuluh-puluh pangeran dan satria datang ke Istana Mantilireja hendak mengikuti sayembara itu. Satu persatu mereka mencoba mengangkat busur Sang Raja, tapi tak seorang pun kuat mengangkatnya.

Ramawijaya dan Laksamana demi mendengar berita sayembara itu, dan atas nasehat Bagawan Wiswamitra, berangkatlah ke Mantilireja hendak mengikuti sayembara. Setibanya di Mantilireja, Ramawijaya diijinkan mencoba mengangkat busur pusaka itu. Ternyata kekuatan Ramawijaya membuat Prabu Janaka kagum dan heran. Busur yang amat besar itu dengan mudah diangkat oleh Ramawijaya, lalu dilengkungkannya sampai patah.
Prabu Janaka dengan rela menganugerahkan puterinya, Sita, menjadi isteri Rama. Pesta perkawinan Rama dan Sita dirayakan selama empat puluh hari empat puluh malam. Prabu Dasarata pun hadir. Rakyat bersuka ria. Upacara perkawinan itu dilangsungkan menurut adat kebesaran istana.

Setelah kedua mempelai tinggal agak lama di Mantili, tibalah waktunya untuk pulang kembali ke Ayodya. Dengan diantar Laksamana dan kaum kerabat istana, berangkatlah iring-iringan mempelai kerajaan Mantili menuju Ayodya.
Jarak antara Ayodya dan Mantili cukup jauh dan harus ditempuh melalui hutan belantara serta harus mendaki gunung dan menuruni lembah. Di tengah perjalanan tiba-tiba rombongan pengantin baru itu dicegat oleh Ramaparasu, seorang pertapa tua.

Ramaparasu, atau juga sering disebut Jamadagni, memperoleh sebuah panah sakti pemberian dewa ketika ia sedang bertapa. Demi kesempurnaan jiwanya di alam baka, ia harus meninggal karena panah itu. Karena itu ia mengembara kemana-mana untuk mencari seseorang yang sanggup mengangkat panah itu dan memanahnya sekali hingga ia menemui ajal.Telah banyak orang yang ditemuinya tapi tak ada yang kuat mengangkat busur panah itu.
Ramaparasu mendengar pula bahwa Rama memenangkan sayembara mengangkat busur di Negeri Mantili. Karena itu Ramaparasu hendak menemui Rama. Setelah berhasil menemui Rama di tengah hutan, Ramaparasu minta dibunuh dengan panah pusakanya agar nyawanya sempurna di alam baka. Namun demikian, jika Rama tak sanggup mengangkat busur panah itu, ia harus rela pula dibunuh dengan panah tersebut.

Rama menyanggupi. Busur pusaka itu diangkatnya lalu dilepaskanlah sebuah anak panah. Anak panah itu terbang dengan cepat menancap di tubuh Ramaparasu. Tubuh Ramaparasu rubuh terkulai lalu ia meninggal seperti cara yang dikehendakinya.
Ramawijaya dan Sita tiba di Negeri Ayodya dengan selamat. Mereka tinggal dalam sebuah istana yang amat indah. Rama dan Sita amat berbakti kepada ayahanda Raja Dasarata. Mereka pula amat mencintai saudara-saudaranya meskipun berbeda ibu.

Pada suatu hari datanglah utusan dari negeri Kaikeya, yaitu negeri kakek Barata, yang meminta agar Barata sudi menengok negeri leluhurnya.
Prabu Dasarata mengijinkan. Maka diperintahkanlah Barata serta adiknya Satrugna pergi ke negeri Kaikeya. Rama dan Sita dengan berat hati melepas keberangkatan kedua adiknya yang amat dicintainya itu. Konon Raja Dasarata merasa usianya telah lanjut. Ia berniat hendak menyerahkan mahkota kerajaan kepada Rama.

Tapi sebelum keputusan hatinya itu diumumkan, ia hendak bertanya dan meminta pertimbangan rakyatnya. Maka di depan segenap rakyatnya Raja Dasarata menyatakan niatnya hendak mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Karena ia sudah berusia lanjut, maka perlulah kiranya diganti oleh seorang raja yang lebih muda dan lebih kuat memegang tampuk pemerintahan. Niat pengunduran dirinya itu dimaksudan agar Negeri Ayodya lebih sentosa dan makmur di masa-masa yang akan datang.
Para pembesar negara dan rakyat yang mendengar pengumuman raja itu menyatakan persetujuannya. Mereka berpendapat bahwa rajanya telah mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya selama ini sehingga tercipta kemakmuran dan kesentosaan negeri. Mereka selanjutnya bertanya, siapakah gerangan yang hendak diangkat menjadi pengganti raja.

Prabu Dasarata kemudian menyatakan keputusan hatinya bahwa Ramawijaya hendak diangkatnya sebagai raja pengganti. Maka dengan suara gemuruh, para pembesar negeri dan rakyat menyatakan persetujuannya. Raja Dasarata mendengar persetujuan rakyatnya itu menjadi terharu. Namun demikian, ia bertanya mengapakah para pembesar negeri dan segenap rakyat menyetujui pengangkatan Rama.
Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.

Para pembesar negara dan rakyat yang mendengar pengumuman raja itu menyatakan persetujuannya. Mereka berpendapat bahwa rajanya telah mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya selama ini sehingga tercipta kemakmuran dan kesentosaan negeri. Mereka selanjutnya bertanya, siapakah gerangan yang hendak diangkat menjadi pengganti raja.
Prabu Dasarata kemudian menyatakan keputusan hatinya bahwa Ramawijaya hendak diangkatnya sebagai raja pengganti. Maka dengan suara gemuruh, para pembesar negeri dan rakyat menyatakan persetujuannya. Raja Dasarata mendengar persetujuan rakyatnya itu menjadi terharu. Namun demikian, ia bertanya mengapakah para pembesar negeri dan segenap rakyat menyetujui pengangkatan Rama.

Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.
Tersebutlah seorang abdi istana bernama Mantara. Ia adalah seorang abdi dari permaisuri Kaikayi dan pengasuh Pangeran Barata sejak kecil. Ia membujuk permaisuri Kaikayi agar memohon Prabu Dasarata untuk membatalkan niatnya yang hendak menobatkan Rama. Ia pula membujuk agar Kaikayi menuntut Sang Raja untuk menobatkan Pangeran Barata, dan bukannya Rama, sebagai raja.

Mula-mula Kaikayi tidak terbujuk, tapi lama-lama timbul pula iri dalam hatinya, mengapa putera Kausalya yang diangkat sebagai pengganti raja. Pada suatu malam Raja Dasarata mendapatkan Kaikayi sedang menangis. Raja amat sedih melihatnya, lalu dia bertanya apa yang menyebabkan Kaikayi menangis.
Kaikayi segera menagih janji, yaitu pengangkatan Barata sebagai raja. Bukankah dulu ketika Raja Dasarata meminangnya ia berjanji kelak akan mengangkat putera Kaikayi sebagai raja penggantinya. Karena itu Kaikayi menuntut agar Sang Raja mengurungkan niatnya yang hendak mengangkat Rama sebagai raja. Mendengar tuntutan Kaikayi itu hati Raja Dasarata pun menjadi amat sedih.
Raja Dasarata semakin pedih hatinya ketika mendengar tuntutan Kaikayi agar Rama beserta Sita istrinya diusir dari istana dan dibuang kedalam hutan Dandaka selama empat belas tahun.

Hati Dasarata amat bingung karena persiapan penobatan Rama menjadi raja telah selesai. Maka pada keesokan harinya ketika hari masih pagi buta, Rama dipanggil menghadap. Ketika Rama datang bersembah di hadapannya, Raja Dasarata tak sanggup menyampaikan isi hatinya.
Maka Kaikayilah yang memerintahkan Rama agar Rama bersama Sita meninggalkan istana dan pergi mengembara dalam pembuangan di hutan Dandaka selama empat belas tahun. Wajah Rama tetap tenang mendengar perintah itu. Sebagai satria ia akan memenuhi perintah ayahnya, betapapun berat perintah itu.
Rama menyembah, lalu minta diri dari ayahandanya. Dengan tenang pula ia menyampaikan perintah itu kepada Sita, lalu bersiap untuk berangkat. Dengan diiringi ratap tangis para abdi istana maka berangkatlah Rama dan Sita menuju hutan Dandaka. Laksamana yang amat menyintai Rama kakaknya, ikut pula dalam pengembaraan itu.

Raja Dasarata amat sedih hatinya karena ditinggal oleh Rama, Sita dan Laksamana. Malam hari ia tak dapat tidur karena teringat akan pengalamannya sendiri dikala masih muda. Maka pengalamannya itu diceritakanlah kepada Kausalya.
“Kausalya, kala aku masih muda, aku amat pandai memanah. Pada suatu malam aku mengendarai keretaku di sepanjang Sungai Serayu. Kala itu banyak binatang seperti gajah, harimau dan kijang sering minum di tepi sungai. Walaupun aku tak bisa melihat tubuh binatang itu, aku dapat membidiknya dengan panahku. Hanya dari mendengar suara binatang itu saja aku dapat memanahnya.

Suatu saat aku mendengar sebuah suara, lalu kupanah. Ternyata itu bukanlah seekor binatang tapi seorang pemuda. Sambil mengerang kesakitan ia minta kepadaku agar pasu yang berisi air di sampingnya aku antarkan kepada kedua orang tuanya yang buta. Ia pun segera tewas karena panahku.
Pasu itu lalu kuantarkan kepada orang tua pemuda itu. Mereka sedang kehausan. Lalu kuceritakan peristiwa yang kualami seraya kuminta maafnya atas kesalahanku. Dan orang tua itu pun meramalkan bahwa aku kelak akan merasakan betapa pedihnya ditinggalkan anak yang kucintai.” Sehabis bercerita demikian, Raja Dasarata pun wafat.

Barata dan Satrugna demi mendengar kematian ayahandanya segera pulang ke Ayodya. Mereka pun amat bersedih karena Rama, Sita dan Laksamana tengah hidup dalam pembuangan. Ketika Barata hendak diangkat sebagai raja, ia pun menolak, bahkan ia hendak mencari Rama agar sudi pulang ke Ayodya dan segera duduk di singgasana.
Atas petunjuk Bagawan Wasista, Barata dan Satrugna berhasil menemui Rama, Sita dan Laksamana di tengah hutan. Dipeluknya kaki Rama, lalu meminta agar Rama segera pulang dan naik ke singgasana kerajaan. Tapi Rama menolak karena ia hendak memenuhi perintah ayahandanya, yaitu hidup dalam pembuangan selama empat belas tahun. Barata disuruhnya kembali ke Ayodya untuk menjaga istana yang kosong.

Barata pun kembali ke istana. Dibawanya serta terompah Rama yang akan ditaruh di atas singgasana sebagai perlambang keberadaan Rama di sana. Di negeri Ayodya, Barata memerintah atas nama kakaknya, Ramawijaya.
Sekembalinya Barata ke Ayodya, Rama beserta Sita dan Laksamana meneruskan pengembaraanya. Mereka mengunjungi tempat pemujaan dan melakukan berbagai upacara. Mereka memuja Dewa Indra yang menguasai mega, mendung dan hujan, Dewi Agni yang menguasai api, Dewa Kuwera yang menguasai kekayaan, Dewa Wiwasata yang menguasai langit biru, Dewa Bayu yang menguasai angin, Dewa Waruna yang menguasai lautan, dan juga Dewa Yama yang menguasai kematian.

Rama, Sita dan Laksamana juga mengunjungi para pertapa dan meminta petuah serta nasehat sebagai bekal kesempurnaan hidup. Mereka juga mengunjungi Sang Agastya, seorang pertapa yang sakti. Tetapi dalam pengembaraanya itu mereka pun sering menjumpai raksasa yang menganggu ketentraman.
Pada suatu ketika mereka dicegat oleh Raksasa Wirada yang hendak menculik Sita. Tapi sebelum ia berhasil melaksanakan niatnya, panah Rama telah mendahului bersarang di dada raksasa itu
Selama dalam pengembaraan, disamping membinasakan raksasa-raksasa jahat, Rama, Sita dan Laksamana juga berbuat kebaikan dan menolong orang-orang desa yang memerlukan perlindungan. Sebagai seorang satria, Rama ingin mengabdikan hidupnya bagi perikemanusiaan.

Di tengah hutan Dandaka, Rama mendirikan sebuah pondok kayu. Setiap hari Rama berburu binatang untuk persediaan makanan, sementara Laksamana mencari buah-buahan. Sita selain menyiapkan makanan, juga mencari kembang untuk keperluan upacara pemujaan.
Rama amat gemar berburu rusa. Pulang dari perburuan, rusa itu disembelih lalu dagingnya diiris-iris dan dijemur agar kering. Sita selalu menjaga daging rusa yang sedang dijemur itu. Tapi burung-burung gagak senantiasa mencium baunya. Beramai-ramai mereka menyambar jemuran daging itu hingga habis.

Pada suatu hari Rama tidak pergi berburu karena dia ingin tahu binatang apakah yang selalu mencuri dan menghabiskan jemuran dagingnya. Diapun mengintai. Ternyata burung-burung gagaklah yang mencurinya. Sambil berlindung Rama membidik burung-burung pencuri itu dengan panah. Satu persatu burung-burung pencuri itu terkena anak panah dan tubuhnya jatuh berserakan. Sejak itu jemuran daging Sita tak ada lagi yang mencuri.
Di tengah hutan Dandaka mengembaralah pula raksasi Sarpakenaka, puteri negeri Langkapura. Ia diiringi oleh dua raksasa pengawal yang bernama Kara dan Dusana. Demi melihat Rama yang rupawan, Sarpakenaka segera tertarik hatinya. Ia segera menjelma menjadi seorang puteri yang cantik, lalu ia menemui Rama.
Sebagai seorang satria yang setia kepada isterinya, Rama menolak permintaan Sarpakenaka walaupun ia telah menjelma sebagai puteri jelita. Ia bertanya apakah Sarpakenaka tidak tertarik pada Laksmana.

Sarpakenaka pun segera menemui Laksamana dan mengutarakan maksudnya. Namun Laksamana pun menolaknya, bahkan hidung dan telinga Sarpakenaka dilukainya. Karena terluka, Sarpakenaka menjerit kesakitan dan menjelma kembali sebagai raksasi, lalu ia lari ke dalam hutan belantara. Peristiwa itu lebih menyadarkan Rama dan Laksamana bahwa sebagai satria banyaklah gangguan dan godaan yang harus diatasi.
Jerit kesakitan Sarpakenaka terdengar oleh pengawalnya, Kara dan Dusana. Betapa kaget dan marahnya kedua raksasa itu melihat junjungannya terluka parah. Keduanya segera mengancam Rama dan Laksamana untuk balas dendam. Tapi sebelum mereka dapat membalaskan dendam junjungannya, panah Rama dan Laksamana telah membunuhnya.

Sarpakenaka segera lari pulang ke Langkapura. Ditemuinya Dasamuka kakaknya yang sedang beristirahat di balai peranginan. Sambil berurai air mata ia mengadukan Rama dan Laksamana yang dikatakannya telah menyiksanya di tengah hutan Dandaka.
Selain itu ia membakar hati Rahwana agar menculik Sita, karena Sita seorang puteri yang cantik jelita dan pantas menjadi permaisuri. Sarpakenaka pun mengadu bahwa Kara dan Dusana telah dibunuh pula oleh kedua satria Ayodya itu.

Rahwana terbakar hatinya. Ia berencana untuk membalas dendam terhadap kedua satria Ayodya itu, sekaligus hendak menculik Sita. Rahwana segera memanggil abdi kepercayaanya, Marica. Disuruhnya Marica pergi ke hutan Dandaka untuk melihat pondok tempat tinggal Rama, Sita, dan Laksamana. Marica menyatakan kesanggupannya melaksanakan tugas Sang Raja, lalu ia bertanya tugas apa yang harus dilakukannya.
Rahwana menyuruh Marica menjelma menjadi seekor kijang kencana dengan tanduk yang bertahtakan intan berlian. Rahwana sendiri akan menjelma sebagai pertapa tua. Maka berangkatlah Rahwana dan Marica ke hutan Dandaka.
Marica segera menjelma menjadi seekor kijang kencana. Begitu melihatnya, hati Sita segera tertarik dan ia ingin menangkap serta memelihara kijang kencana tersebut. Tapi kijang itu amat sukar ditangkap. Sita meminta Rama agar Rama menangkap kijang itu untuknya.
Ketika Rama hendak menangkapnya, kijang itu lari ke dalam hutan. Sita mendesak Rama agar mengejarnya. Maka pergilah Rama hendak menangkap kijang itu. Sebelum pergi ia berpesan kepada Laksamana agar menjaga Sita dan jangan sekali-kali meninggalkan Sita seorang diri.

Sambil menyandang busur dan anak panah Rama pergi ke dalam hutan untuk menangkap sang kijang kencana. Diburunya kijang itu, dan akhirnya dipanahlah agar tak dapat berlari lagi. Marica terkena panah lalu ia menjerit. Suaranya meniru suara Rama yang menjerit minta pertolongan.
Mendengar jerit Rama Sita segera menyuruh Laksamana agar pergi memberi pertolongan kepada Rama. Mula-mula Laksamana tak percaya bahwa Rama berada dalam keadaan bahaya karena Rama adalah seorang satria yang pandai berburu dan berperang. Lagipula Laksamana tak mau meninggalkan Sita karena ia telah dipesan agar selalu menjaga Sita. Sita menjadi marah dan menuduh Laksamana menghendaki dirinya.
Dengan berat hati Laksamana terpaksa meninggalkan Sita. Ia berpesan agar Sita dapat menjaga dirinya. Tak lama kemudian muncullah seorang pertapa tua yang berjalan terhuyung-huyung karena kehausan. Ia meminta air minum pada Sita. Sita pun segera memberinya.

Tapi pertapa tua itu segera menjelma sebagai Rahwana, raja raksasa yang mengerikan wajahnya. Rahwana menyatakan kehendaknya memperisteri Sita. Tapi Sita menolaknya. Rahwana menjadi tidak sabar. Diringkusnya Sita, lalu dibawanya terbang. Sita menjerit-jerit dan meronta-ronta, tapi Rahwana amat kuat tangannya sehingga Sita tak berdaya. Sambil meringkus Sita, Rahwana terbang kembali ke Langkapura.
Sita meronta-ronta dan menjerit-jerit, tapi sia-sia. Tangan Rahwana menjadi sepuluh pasang, begitu pula mukanya menjadi sepuluh. Itulah sebabnya ia dijuluki Dasamuka. Sita terus berteriak-teriak menyebut nama Rama. Sita kini sadar akan kesalahannya. Ia tak mengikuti nasehat Laksamana, bahkan berprasangka buruk terhadap iparnya itu.
Konon, adalah seekor burung garuda, Jatayu namanya. Ia sahabat Rama. Demi mendengar nama Rama yang dijeritkan Sita, terbanglah ia hendak memberi pertolongan. Rahwana disambarnya berkali-kali, dipatuknya dan dicakarnya. Sita hendak direbutnya.

Rahwana marah karenanya, lalu ia menghunus senjata. Terjadilah pertarungan di angkasa. Garuda Jatayu terluka parah sehingga tak dapat terbang lagi. Sita yang mengetahui bahwa garuda itu membelanya segera melepaskan cincinnya. Cincin itu lalu dilemparkannya kepada Jatayu agar diberikan kepada Rama. Jatayu terkulai jatuh ke bumi, tubuhnya mandi darah.
Rama dan Laksamana kembali ke pondoknya. Tapi betapa kagetnya mereka karena Sita tidak berada di sana. Menitiklah air mata Rama karena sedihnya. Keluhnya terbawa angin menerobos hutan dan terbawa debur gelombang lautan. Laksamana pun tak henti-hentinya menyesali dirinya karena pergi meninggalkan Sita.
Kedua satria itupun pergilah mencari Sita. Dijelajahinya rimba belantara, didakinya bukit, dan dituruninya lembah. Namun tiada jejak sedikitpun yang ditemukannya.

Akhirnya Rama melihat seekor burung garuda yang terkapar di tanah tanpa daya. Hanya pada paruhnya terdapat sebentuk cincin. Rama mengamati cincin itu dan seketika itu juga dikenalinya sebagai cincin Sita.
Jatayu dengan tersendat-sendat berkata bahwa Sita dilarikan oleh raja raksasa Rahwana. Jatayu tak dapat berkata lebih banyak karena tubuhnya telah lemah lunglai dan kehabisan tenaga. Sesaat kemudian Jatayu pun menghembuskan nafas penghabisan. Rama menyadari bahwa garuda yang telah tiada itu adalah sahabatnya. Sebagai penghormatan terakhir, burung garuda itu pun dibakarnya dengan disertai upacara yang khidmat.

Walaupun Rama dan Laksamana telah mengetahui siapa yang melarikan Sita, tetapi mereka belum mengetahui nama dan letak negara raja raksasa itu. Maka mengembaralah kedua satria itu mendaki gunung-gunung yang tinggi, menyusuri tebing-tebing yang curam, dan menuruni lereng-lereng yang terjal.

Tiba-tiba dari balik semak belukar muncullah makhluk yang aneh wujudnya. Tubuhnya seperti raksasa tetapi berkepala dua. Salah sebuah kepalanya terletak pada bagian perut.
Dengan suara mendesis-desis, raksasa itu segera menyerang Rama dan Laksamana. Sangatlah sukar bagi Rama dan Laksamana untuk berperang karena tempat itu penuh dengan semak belukar dan akar-akar pohon yang melintang menghambat gerak.
Rama menjauhi tempat itu lalu dibidiknya raksasa itu dengan panahnya. Sesaat kemudian terlepaslah sebuah anak panah dari busurnya. Anak panah itu menembus dada sang raksasa. Tiba-tiba raksasa itu berubah menjadi dewa. Rama dan Laksamana menghampiri dewa itu lalu menyembahnya.

Dewa itu bercerita bahwa ia dahulu terkena kutuk Hyang Siwa sehingga ia berubah menjadi raksasa berkepala dua. Ia menyatakan terima kasihnya kepada Rama yang telah memanahnya sehingga ia berubah kembali menjadi dewa.
Rama dan Laksamana meneruskan perjalanannya. Tibalah keduanya pada sebuah telaga lalu mereka beristirahat di tepi telaga itu. Air telaga itu amat jernih sehingga tampak ikan-ikan yang berenang di dalamnya. Berbagai jenis ikan itu berenang kian kemari.

Ikan-ikan tersebut bermacam-macam warnanya. Ada yang kuning keemasan, merah berkilauan, biru, putih, dan kelabu. Udang, kepiting dan penyu tampak pula menghuni telaga itu. Bunga-bunga teratai mekar di permukaan air telaga. Ada yang merah dan ada yang putih.
Begitu asyiknya Rama dan Laksamana menikmati keindahan alam sehingga mereka tidak mengetahui bahwa di belakangnya ada seekor buaya yang mengintai. Mulut buaya itu terbuka lebar-lebar dan siap hendak menyambar.

Tetapi kedua satria itu telah terlatih untuk menghadapi setiap bahaya. Ketika buaya itu mulai bergerak hendak menyergap, Rama dan Laksamana segera membalikkan badan sambil meloncat menghindari sergapan. Dengan mudah buaya itu dibunuhnya dengan senjata.
Ternyata buaya itu adalah penjelmaan seorang dewi yang dahulu terkena kutukan dewa. Kini dewi itu terbebas dari kutukan. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Rama dan Laksamana, dewi itu terbang kembali ke sorga.
Sebelum dewi itu terbang kembali ke sorga, ia berpesan kepada Rama agar Rama dan Laksamana pergi ke hutan Pancawati. Di hutan itulah akan didapatkan petunjuk guna mencari Sita.

Maka berangkatlah Rama dan Laksamana menuju hutan Pancawati. Betapa jauhnya mereka berjalan, menerobos semak belukar, mendaki gunung, kemudian menyusuri tepi pantai. Betapa damai hati kedua satria itu melihat langit yang kebiruan. Sejauh mata memandang tampak cakrawala dan permukaan samudra yang luas.
Kedua satria Ayodya itu berteduh di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba muncullah seekor kera putih yang sejak tadi telah mengintai perjalanan kedua satria itu. Kera putih itu tampak bijaksana, bahkan amat sopan sikapnya terhadap Rama dan Laksamana. Kera putih itu menyembah di hadapan Rama. Ia menyebut namanya, Hanuman, dan ia berasal dari Pancawati.

Rama dan Laksamana heran menyaksikan kera putih Hanuman yang dapat berbicara seperti manusia. Hanuman bercerita bahwa rajanya yang bernama Sugriwa berada di hutan Pancawati karena diusir dari kerajaan Kiskenda oleh kakaknya yang bernama Subali. Hanuman memohon Rama untuk menolong Sugriwa menduduki kembali takhta kerajaannya.
Rama menyanggupi. Rama pun bercerita bahwa pengembaraannya di hutan itu sebenarnya untuk mencari istrinya yang diculik oleh raja raksasa Rahwana. Dengan diantar Hanuman, Rama dan Laksamana pergi menuju hutan Pancawati. Sebagai penunjuk jalan Hanuman mendahului mereka sambil meloncat di antara pepohonan.
Ketika tiba di suatu tempat Rama merasa kehausan. Laksamana disuruhnya mencari air. Pada sebuah batang pohon Laksamana melihat air mengalir turun ke bawah. Maka ditampungnya air itu dengan buluh. Ternyata air itu adalah air mata Sugriwa yang tengah bertapa duduk di atas sebatang pohon yang tinggi.

Hanuman segera memanjat pohon itu. Lalu Sugriwa pun turun dan bertemu dengan Rama dan Laksamana. Sugriwa amat terharu mendengar kisah Rama yang tengah hidup dalam pembuangan. Ditambah pula ia kehilangan istrinya karena diculik oleh raja raksasa Rahwana. Sugriwa berjanji akan membantu Rama mencari Sita.
Rama pun merasa senasib dengan Sugriwa yang terusir dari kerajaanya. Satria Ayodya itu menyatakan kesediaannya membantu Sugriwa merebut kembali takhtanya yang diduduki oleh Subali.

Sugriwa diantar oleh Rama pergi ke kerajaan Kiskenda. Hanuman dan para kera yang ribuan jumlahnya ikut pula mengiringkan. Sesampainya di depan istana Kiskenda Sugriwa berteriak-teriak memanggil Subali sambil menantang berperang tanding. Suara Sugriwa begitu kerasnya sehingga Subali terkejut.
Hati Subali amat panas demi mendengar tantangan adiknya. Timbullah amarahnya, lalu ia bangkit dan keluar dari istana. Ia hendak memenuhi tantangan Sugriwa. Maka berhadap-hadapanlah kedua kakak beradik itu. Keduanya saling ancam.

Dengan disaksikan ribuan kera, bertarunglah Sugriwa dan Subali dengan amat sengitnya. Dengan penuh geram keduanya bergantian menyerang, tinju-meninju, cekik-mencekik, cakar-mencakar dan bergulat tindih-menindih. Debu berkepulan. Masing-masing memeras tenaga, beradu dan berlaga dengan sengitnya.
Pertarungan kedua kakak-beradik itu belum berakhir juga. Sugriwa dengan sekuat tenaga mencabut sebatang pohon tal, lalu dihantamkannya kepada Subali. Subali rubuh, tapi ia segera bangkit lagi. Subali memuncak amarahnya. Sugriwa ditangkapnya, lalu dilemparkannya jauh-jauh.
Sugriwa mendekati Rama dan bertanya mengapa Rama belum juga membantu. Rama menjawab bahwa ia ragu-ragu untuk melepaskan panahnya karena Sugriwa dan Subali amat mirip . Rama menyuruh Sugriwa berkalung janur agar mudah dibedakan dari Subali.

Tak lama kemudian Sugriwa dengan berkalungkan janur kembali ke medan pertarungan. Ditantangnya Subali bertanding lagi. Mendengar tantangan Sugriwa itu, Subali pun semakin membara amarahnya. Diterkamnya Sugriwa, lalu diringkusnya sampai ia tak dapat bergerak sama sekali. Pada saat itulah Rama mengangkat busurnya. Dibidiknya Subali, dan sesaat kemudian terlepaslah anak panah dari busur Rama. Panah itu menancap di dada Subali, dan rubuhlah Subali ke tanah.

Terlepaslah Sugriwa dari bahaya maut. Tetapi setelah melihat mayat Subali, hatinya menjadi sedih. Betapa sengit permusuhan kedua saudara itu. Setelah Sugriwa menyaksikan kematian kakaknya, ia pun tak dapat menahan air matanya.
Sambil terisak-isak dirangkulnya tubuh kakaknya. Ketika Rama mendekat, Sugriwa menyembah sambil mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Sugriwa dengan rela hati menyilakan Rama menjadi raja di Kiskenda. Rama menolaknya karena ia masih menjalankan perintah ayahandanya almarhum, yaitu hidup dalam pembuangan. Menurut pendapatnya, sudah sewajarnyalah jika Sugriwa kini menduduki takhta Kerajaan Kiskenda.
Rama berpesan agar Anggada, yaitu putra Subali, diambil anak oleh Sugriwa. Begitu pula Dewi Tara, yaitu ibu Anggada, supaya diangkat sebagai permaisuri. Sugriwa menyatakan akan memenuhi perintah Rama, lalu menyembahlah ia di hadapan satria Ayodya itu. Semua kera pengikut Sugriwa pun menyembah bersama-sama.
Sugriwa beserta para kera, yaitu Hanuman, Anggada, Susena, Hanila, Jambawan, Gaya, Gawaksa, dan pemuka kera lainnya datang menghadap Rama. Sugriwa berkata kepada para kera bahwa sebagai balas budi kepada Rama, maka seluruh bala tentara kera Kiskenda harus ikut mencari Sita yang hilang diculik Rahwana. Para kera pun menjawab bahwa mereka bersedia mencari Sita sampai dimanapun.

Sugriwa memerintahkan balatentara kera mencari Sita sampai ke daerah pegunungan Widarba dan Misori, pula sampai ke tanah Matsya, Kalingga, Kausika, Andra, Chola, Chera dan Pandya. Sungai-sungai Gangga, Jumna dan Serayu harus disusuri. Lembah-lembah yang dalam harus dituruni, dan gunung-gunung yang tinggi harus didaki.
Setelah menerima perintah Raja Sugriwa, maka balatentara Kiskenda berangkatlah. Mereka menyebar ke segenap penjuru. Setiap jurang ditengok, kalau-kalau Sita disembunyikan raja raksasa Rahwana di situ. Setiap gunung didaki, setiap semak dikuakkan. Mereka masuk ke dalam gua-gua, menjelajahi desa-desa, dan menyusuri pantai.

Namun usaha mereka sia-sia. Akhirnya mereka kembali ke Kiskenda tanpa membawa hasil. Lalu Sugriwa teringat bahwa ada sebuah pulau yang terletak di selatan. Pulau itu harus dijelajahi pula karena mungkin Sita disembunyikan Rahwana di tengah pulau itu.
Hanumanlah yang diserahi tugas oleh Sugriwa untuk meninjau keadaan pulau itu serta meneliti jejak raja raksasa Rahwana. Sugriwa yakin bahwa Hanuman akan sanggup menjalankan tugasnya.
Sebelum Hanuman berangkat, Rama menitipkan sebuah cincin kepadanya. Jika Hanuman bertemu dengan Sita, maka cincin itu menjadi bukti bahwa Hanuman adalah duta Rama.

Hanuman berangkatlah menuju arah selatan. Siang malam ia melompat-lompat tak kunjung lelah di antara pepohonan. Sebagai duta ia ingin melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya serta secepat-cepatnya.
Sesampainya di pantai selatan ia terhalang oleh lautan. Sebagai putra Dewa Bayu ia bersemadi meminta pertolongan agar diantarkan angin terbang ke Pulau Langka. Tak lama kemudian datanglah angin badai. Hanuman diterbangkan tinggi-tinggi ke angkasa dan melayang menuju Pulau Langka.

Setibanya di pulau itu ia berjalan mengendap-endap, kadang melompat-lompat melalui cabang-cabang pohon agar tidak tampak oleh raksasa penghuni pulau itu.
Akhirnya Hanuman tiba di sebuah taman yang indah permai. Burung-burung berkicau merdu di atas pohon angsoka, sedangkan di halaman berumput kijang-kijang berkeliaran dengan amannya.
Tampak seekor burung merak menengadah karena mendengar bunyi kicau burung yang merdu laksana nyanyian yang diiringi gamelan sorga Lokananta. Ekor merak itu berkembang, lalu menarilah ia berputar-putar di tengah taman.
Hanuman terpesona melihat segala keindahan taman itu. Tiba-tiba tampaklah olehnya seorang putri yang cantik jelita, duduk seorang diri di dalam taman itu. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, rambutnya terurai kusut. Wajah putri itu tepekur sayu.

Hanuman yakin bahwa putri itu pastilah Sita, istri Rama. Sambil duduk di atas sebuah cabang pohon angsoka Hanuman menembang. Adapun lagunya mengenai kisah Rama, mulai dari pembuangannya di hutan Dandaka bersama Sita dan Laksamana, penculikan Sita oleh raja raksasa Rahwana, kesedihan Rama dalam mencari istrinya, lalu perjumpaannya dengan Sugriwa, dan akhirnya mengutus Hanuman mencari Sita ke Negeri Langkapura.

Sita heran mendengar tembang Hanuman, seakan-akan dia bermimpi. Hanuman pun turun dari pohon, lalu ia menyembah Sita serta mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Rama.
Mula-mula Sita tidak percaya. Hanuman lalu memperlihatkan sebentuk cincin pemberian Rama. Maka percayalah Sita bahwa Hanuman memang utusan suaminya. Timbullah pula keyakinannya bahwa ia akan dapat bertemu lagi dengan Rama, terlebih setelah ia mendengar dari Hanuman bahwa Rama dengan bantuan raja kera Sugriwa akan datang menggempur Langkapura.
Sebelum Hanuman minta diri, Sita pun menitipkan sebentuk perhiasan rambutnya agar disampaikan kepada Rama sebagai tanda bakti dan setia.

Sebelum Hanuman pergi, ia sengaja merusak taman itu. Pohon-pohon ditumbangkannya, bunga-bunga dicabutinya, dan jambangan-jambangan digulingkannya. Pula, atap balai peranginan diruntuhkannya, dan bendungan kolam di dalam taman itu dibobolnya sehingga terjadi banjir.
Para raksasa penjaga taman mengira hal itu terjadi karena disebabkan oleh gempa atau banjir. Tetapi kemudian mereka melihat bahwa ada seekor kera putih yang merusak taman. Beramai-ramai mereka berusaha mengejar dan menangkapnya, tetapi Hanuman dengan gesit selalu dapat menghindar.

Para raksasa itu segera memberitahukan hal tersebut kepada Indrajit, putra mahkota Langkapura. Demi melihat kerusakan taman istana itu, Indrajit pun marah. Kemarahannya bertambah setelah ia melihat kera Hanuman yang seakan-akan mengejek sambil meloncat-loncat di atas pohon.

Indrajit segera mengangkat panah pusakanya, yaitu panah Nagapasa, sebuah panah yang dapat melilit sasarannya. Dipanahnya Hanuman saat itu juga. Panah itu segera melilit tubuh Hanuman. Dengan demikian para raksasa dapat menangkapnya.
Hanuman dibawa menghadap ke dalam istana. Betapa marahnya Rahwana ketika ia melihat kera putih yang telah merusak taman istananya. Tetapi betapa herannya Rahwana setelah ia mengetahui bahwa kera putih itu dapat berbicara.
Sambil memaki-maki, Rahwana bertanya kepada Hanuman mengapa Hanuman merusak tamannya sampai porak poranda. Hanuman menjawab bahwa ia adalah utusan Rama yang tengah mencari istrinya, Sita, yang diculik oleh Rahwana.

Rahwana tak dapat menahan amarahnya. Hanuman hendak dibunuhnya, tetapi adik Rahwana, yaitu Wibisana, mencegahnya. Dengan bijaksana ia berkata bahwa Hanuman sebagai utusan raja tidaklah patut dibunuh. Ia harus dikembalikan kepada raja yang mengutusnya. Lagi pula, bukankah Rahwana yang membuat kesalahan terlebih dahulu dengan menculik dan merampas istri Rama.
Rahwana menjadi semakin marah. Wibisana diusirnya agar pergi dari Negeri Langkapura. Rahwana pun memerintahkan para prajurit raksasa agar membakar Hanuman di tengah alun-alun. Para raksasa mengikat tubuh Hanuman lalu meletakkannya di atas tumpukan kayu bakar. Tumpukan kayu itupun disulut beramai-ramai. Api menyala-nyala dan berkobar-kobar. Tapi Hanuman tidak terbakar, bahkan ia berhasil melepaskan diri dari tali pengikatnya.
Dengan tangkasnya Hanuman meloncat-loncat sambil membawa bara api di ekornya. Ia meloncat ke atas balai peranginan dan membakar atap gedung tersebut. Ketika nyala api semakin membesar, Hanuman meloncat-loncat dari satu bangunan ke bangunan lainnya sehingga semua bangunan menjadi terbakar.

Demi melihat kejadian itu pasukan raksasa berusaha meringkus Hanuman. Namun kera perkasa itu dengan cepat dan mudahnya meloloskan diri dari kepungan bala tentara raksasa. Kota Langkapura dibuatnya gaduh. Banyak bangunan yang terbakar.
Setelah menempuh hutan belukar, barisan pasukan kera tibalah di pantai selatan. Mereka berhenti karena tidak mampu mengarungi samudra menuju Pulau Langka. Mereka mencoba menyeberangi selat itu, tetapi ombak dan gelombang selalu memukul mereka.
Rama segera mengambil panah pusakanya. Dilepaskannya sebuah anak panah dari busurnya menuju ke dalam samudra. Tak lama kemudian segala macam ikan, penyu, udang dan bermacam-macam jenis mahkluk lautan timbul ke atas permukaan samudra. Mereka mengerang kesakitan karena air laut yang terkena panah Rama itu mendidih dan bergumpal-gumpal.
Tiba-tiba di antara deburan gelombang muncullah secercah cahaya yang semakin lama semakin terang. Lalu tampaklah Dewa Baruna, yaitu dewa penguasa samudra. Ia memohon kepada Rama agar air samudra yang mendidih itu segera dapat pulih seperti sediakala. Rama bersedia, tetapi dengan syarat Sang Baruna harus bersedia menolong menyeberangkan balatentara kera menuju ke Pulau Langka.

Dewa Baruna menyatakan kesanggupannya membantu menyeberangkan balatentara kera. Ia menyarankan agar dibuat jembatan batu yang menghubungkan pantai itu dengan Pulau Langka sehingga para prajurit kera dapat menyeberang. Sekali lagi Rama melepaskan sebuah panah pusaka ke dalam samudra. Maka air lautan pun pulih kembali seperti sedia kala.
Sugriwa segera memerintahkan para prajurit kera mencari batu untuk ditumpuk di dalam laut sehingga menjadi sebuah jembatan. Puluhan ribu kera itu pun pergi ke gunung-gunung.

Batu-batu besar dipecahkan dan diusung beramai-ramai ke pantai, lalu ditenggelamkan ke dalam samudra. Batu-batu itu disusun sebagai landasan jembatan di dasar samudra, lalu ditumpuk meninggi sehingga mencapai permukaan laut. Susunan batu-batu itu dibuat memanjang sampai mencapai pantai Pulau Langka. Jembatan batu itu amat kuat sehingga dapat dilalui puluhan ribu balatentara kera.

Syahdan, Rahwana memerintahkan balatentara raksasa untuk menjaga pantai Pulau Langka. Sejak lolosnya Hanuman dari api pembakaran, Rahwana telah menduga bahwa suatu saat Rama beserta balatentara kera pasti akan datang menyerang Langkapura.
Prajurit-prajurit raksasa yang tengah berjaga-jaga di tepi pantai melihat ribuan kera yang sibuk membuat jembatan batu yang amat kokoh. Jembatan batu itu menghubungkan pantai di seberang dengan pantai Pulau Langka.
Raksasa-raksasa itu segera naik ke perahu hendak menyerang para prajurit kera yang sedang bekerja. Tetapi prajurit kera itu ternyata lebih berani dan lebih tangkas bertarung dibandingkan dengan mereka. Raksasa-raksasa penjaga pantai dikalahkannya.

Maka seluruh balatentara kera dibawah pimpinan Rama segera menuju pantai Pulau Langka dengan melalui jembatan batu yang amat kokoh itu. Atas perintah Dewa Baruna, segenap mahkluk lautan dengan patuh menjaga dasar jembatan itu sehingga selamatlah balatentara Rama tiba di Langkapura.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

DRUPADI

Dewi Drupadi atau Dewi Kresna dan dikenal pula dengan nama Pancali (Mahabharata) adalah putri sulung Prabu Drupada, raja negara Pancala dengan permaisuri Dewi Gandawati, Putri Prabu Gandabayu dengan Dewi Gandini. Ia mempunyai dua orang adik kandung bernama ; Dewi Srikandi dan Arya Drestadyumna.

Dewi Drupadi berwajah sangat cantik, luhur budinya, bijaksana,sabar, teliti dan setia. Ia selalu berbakti terhadap suaminya. Menurut pedalangan Jawa, Dewi Drupadi menikah dengan Prabu Yudhistira/Puntadewa, raja negara Amarta dan berputra Pancawala. Sedangkan menurut Mahabharata, Dewi Drupadi menikah dengan lima orang satria Pandawa, Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima orang putra, yaitu; 1.Partawindya dari Yudhistira. 2. Srutasoma dari Bima. 3. Srutakirti dari Arjuna 4. Srutanika dari Nakula 5. Srutawarman dari Sahadewa.

Akhir riwayatnya diceritakan, Dewi Drupadi mati moksa bersama-sama dengan kelima satria Pandawa setelah berakhirnya perang Bharatayuda.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

KUMBAKARNA

Arya Kumbakarna adalah putra kedua Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung bernama; Dasamuka/Rahwana, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana. Kumbakarna juga mempunyai saudara lain ibu bernama Wisrawana/Prabu Danaraja raja negara Lokapala, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati.
Kumbakarna mempunyai tempat kedudukan di kesatrian/negara Leburgangsa. Ia berwatak jujur, berani karena benar dan bersifat satria. Pada waktu mudanya ia pergi bertapa dengan maksud agar dapat anugerah Dewa berupa kejujuran dan kesaktian. Kumbakarna pernah ikut serta Prabu Dasamuka menyerang Suralaya, dan memperoleh Dewi Aswani sebagai istrinya. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama; Kumba-kumba dan Aswanikumba.
Pada waktu pecah perang besar Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama, dibawah panglima perangnya Narpati Sugriwa untuk membebaskan Dewi Sinta yang disekap Prabu Dasamuka, Kumbakana maju sebagai senapati perang. Ia berperang bukan membela keangkaramurkaan Prabu Dasamuka tetapi membela negara Alengka, tanah leluhurnya yang telah memberinya hidup.

Kumbakarna akhirnya gugur dalam pertempuran melawan Prabu Rama dan Laksmana. Tubuhnya terpotong-potong menjadi beberapa bagian oleh hantaman senjata panah yang dilepas secara bersamaan. Apa yang terjadi pada diri Kumbakarna merupakan karma perbuatan Resi Wisrawa, ayahnya tatkala membunuh Jambu Mangli.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10

ARJUNA

Raden Arjuna adalah putra ketiga dari pasangan Dewi Kunti dan Prabu Pandu atau sering disebut dengan ksatria Panengah Pandawa. Seperti yang lainnya, Arjuna pun sesungguhnya bukan putra Pandu, namun ia adalah putra dari Dewi Kunti dan Batara Indra. Dalam kehidupan orang jawa, Arjuna adalah perlambang manusia yang berilmu tingga namun ragu dalam bertindak. Hal ini nampak jelas sekali saat ia kehilangan semangat saat akan menghadapi saudara sepupu, dan guru-gurunya di medan Kurusetra. Keburukan dari Arjuna adalah sifat sombongnya. Karena merasa tangguh dan juga tampan, pada saat mudannya ia menjadi sedikit sombong.
Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamaya setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.
Pada saat lahir, sukma Arjuna yang berwujud cahaya yang keluar dari rahim ibunya dan naik ke kayangan Kawidaren tempat para bidadari. Semua bidadari yang ada jatuh cinta pada sukma Arjuna tersebut yang bernama Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan para dewa yang lalu menyerangnya. Cahaya yang samar samar tersebut lalu berubah menjadi sesosok manusia tampan yang berpakaian sederhana.
Hilangnya sukma Arjuna dari tubuh Dewi Kunthi menyebabkan kesedihan bagi Prabu Pandu. Atas nasehat Semar, Pandu lalu naik ke kayangan dan meminta kembali putranya setelah diberi wejangan oleh Batara Guru.
Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.

Dalam pewayangan diceritakan bahwa Arjuna memiliki lebih dari 40 orang istri namun hanya beberapa saja yang terkenal dan sering di singgung dalam pedalangan. Istri-istri Arjuna adalah sebagai berikut :
Endang Jimambang berputra Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasekti
  1. Dewi Palupi atau Dewi Ulupi berputra Bambang Irawan
  2. Dewi Wara Sumbadra berputra Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu.
  3. Dewi Srikandi tidak berputra
  4. Dewi Ratri berputra Bambang Wijanarka
  5. Dewi Dresnala berputra Bambang Wisanggeni
  6. Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto yang beujud raksasa
  7. Endang Manuhara berputri Dewi Pregiwa dan Dewi Manuwati
  8. Dewi Banowati berputri Endang Pergiwati (diasuh oleh Endang Manuhara)
  9. Dewi Larasati berputra Bambang Sumitra dan Bambang Brantalaras
  10. Dewi Gandawati berputra Bambang Gandakusuma
  11. Endang Sabekti berputra Bambang Priyembada
  12. Dewi Antakawulan berputra Bambang Antakadewa
  13. Dewi Supraba berputra Bambang Prabakusuma
  14. Dewi Wilutama berputra Bambang Wilugangga
  15. Dewi Warsiki tidak diketahui putranya
  16. Dewi Surendra tidak diketahui putranya
  17. Dewi Gagarmayang tidak diketahui putranya
  18. Dewi Tunjungbiru tidak diketahui putranya
  19. Dewi Leng-Leng Mulat tidak diketahui putranya
  20. Dewi Citranggada berputra Bambang Babruwahana
  21. Dewi Lestari tidak berputra
  22. Dewi Larawangen tidak berputra
  23. Endang Retno Kasimpar tidak berputra
  24. Dewi Citrahoyi tidak berputra
  25. Dewi Manukhara tidak berputra
Banyaknya istri yang dimiliki Arjuna ini dalam cerita pewayangan bukanlah merupakan gambaran seseorang yang serakah istri atau mata keranjang, namun gambaran bahwa Arjuna dapat menerima dan diterima oleh semua golongan. Ketika muda, Arjuna pernah ingin memperistri Dewi Anggraini, istri Prabu Ekalaya atau juga sering disebut Prabu Palgunadi dari kerajaan Paranggelung. Saat itu Arjuna yang ingin memaksakan kehendaknya mengakibatkan Dewi Anggraini bunuh diri karena ia hanya setia pada suaminya. Prabu Ekalaya yang mengetahui hal itu menantang Arjuna, namun kehebatan Prabu Ekalaya ternyata lebih dari Arjuna. Arjuna lalu mengadu pada Drona. Ia beranggapan gurunya telah ingkar janji dengan pernah menyebutkan tidak akan pernah mengajari memanah kepada siapapun selain Arjuna. Resi Drona lalu pergi kepada Prabu Ekalaya. Prabu Ekalaya memang adalah penggemar dari Resi Drona, namun karena ia tak dapat berguru secara langsung, ia menciptakan arca Drona di istananya untuk diajak bicara dadn berlatih. Oleh Drona hal tersebut dianggap sebagai suatu hal terlarang dengan memasang arcanya di sana. Maka sebagai gantinya Resi Drona lalu meminta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Prabu Ekalaya. Oleh drona jari tersebut lalu dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Saat bertemu dengan Arjuna lagi, Prabu Ekalaya kalah. Saat itu ia menyadari bahwa ia telah diperdaya, maka sebelum mati ia berkata akan membalas dendam pada Drona kelak dalam Perang Baratayuda.

Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi. Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :
  • Aji Panglimunan/Kemayan : dapat menghilang
  • Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak
  • Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air
  • Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran
  • Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh
  • Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama
  • Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir
  • Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang
  • Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang
  • Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa
  • Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara
  • Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat
  • Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang
  • Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata
  • Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.
  • Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara
Arjuna pernah membantu Demang Sagotra rukun dengan istrinya saat ia mencari nasi bungkus untuk Nakula dan Sadewa setelah peristiwa Balesigala-gala. Konon hal ini yang membuat Demang Sagotra rela menjadi tawur kemenangan Pandawa kelak dalam Perang Baratayuda Jayabinangun.

Setelah Pandawa dihadiahi hutan Kandaprasta yang terkenal angker, Arjuna bertemu dengan Begawan Wilawuk yang sedang mencarikan pria yang diimpikan putrinya. Saat itu Begawan Wilawuk yang berujud raksasa membawa Arjuna dan menikahkannya dengan putrinya, Dewi Jimambang. Konon ini adalah istri pertama dari Arjuna. Dari mertuanya, ia mendapat warisan minyak Jayangketon yang berhasiat dapat melihat makhluk halus jika dioleskan di pelupuk mata. Minyak ini berjasa besar bagi para Pandawa yang saat itu berhadapan dengan Jin Yudistira dan saudara-saudaranya yang tak dapat dilihat mata biasa. Saat itu pulalah Arjuna dapat mengalahkan Jin Dananjaya dari wilayah Madukara. Jin Danajaya lalu merasuk dalam tubuh Arjuna. Selain mendapat nama Dananjaya, Arjuna juga memperoleh wilayah kesatrian di Madukara dengan Patih Suroto sebagai patihnya.

Saat menjadi buangan selama 12 tahun di hutan setelah Puntadewa kalah dalam permainan dadu Arjuna pernah pergi untuk bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Dia saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka yang meminta Dewi Supraba yang akan dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca. Ternyata mengalahkan Prabu Niwatakaca tidak semudah yang dibayangkan. Arjuna lalu meminta bantuan Batari Supraba. Dengan datangnya Dewi Supraba ke tempat kediaman Prabu Niwatakaca, membuat sang Prabu sangat senang karena ia memang telah keseng-sem dengan sang dewi. Prabu Niwatakaca yang telah lupa daratan tersebut menjawab semua pertanyaan Dewi Supraba, sedang Arjuna bersembunyi di dalam gelungnya. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah dimana letak kelemahan Prabu Niwatakaca, sang Prabu dengan tenang menjawab, kelemahannya ada di lidah. Seketika itu Arjuna muncul dan melawan Prabu Niwatakaca. Karena merasa di permainkan, Prabu Niwatakaca membanting Arjuna dan mengamuk sejadi-jadinya. Saat itu Arjuna hanya berpura-pura mati. Ketika Niwatakaca tertawa dan sesumbar akan kekuatannya, Arjuna lalu melepaskan panah Pasopatinya tepat kedalam mulut sang prabu dan tewaslah Niwatakaca.
Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya dimana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.
Di saat Arjuna sedang duduk-duduk tiba-tiba datanglah Dewi Uruwasi. Dewi Uruwasi yang telah jatuh cinta terhadap Arjuna meminta dijadikan istrinya. Arjuna menolak secara halus, namun Dewi Uruwasi yang sudah buta karena cinta tetap mendesak. Karena Arjuan tetap menolak, Dewi Uruwasi mengutuknya akan menjadi banci kelak. Arjuna yang sedih dengan kutukan tersebut dihibur Batara Indra. Menurut Batara Indra hal tersebut akan berguna kelak dan tak perlu disesali.Setelah kembali dari Kayangan, Arjuna dan saudara-saudaranya harus menyamar di negri Wirata. Dan disinilah kutukan Dewi Uruwasi berguna. Arjuna lalu menjadi guru tari dan kesenian, dan menjadi banci yang bernama Kendri Wrehatnala. Di akhir penyamarannya, Arjuna kembali menjadi seorang ksatria dan mengusir para kurawa yang ingin mnghancurkan kerajaan Wirata. Arjuna lalu akan dikawinkan dengan Dewi Utari namun Arjuna meminta agar Dewi Utari dikawinkan dengan putranya yaitu Raden Abimanyu.

Kendati Arjuna adalah seorang berbudi luhur namun ia tetap tidak dapat luput dari kesalahan. Hal ini menyangkut hal pilih kasih. Saat putranya Bambang Sumitra akan menikah dengan Dewi Asmarawati, Arjuna terlihat acuh tak acuh. Oleh Semar, lalu acara tersebut diambil alih sehingga pesta tersebut berlangsung dengan sangat meriah dengan mengadirkan dewa-dewa dan dewi-dewi dari kayangan. Arjuna kemudian sadar akan kekhilafannya dalam hal pilih-pilih kasih. Suatu pelajaran yang dapat dipetik disini adalah sebagai orang tua hendaknya tidak memilih-milih kasih pada anak-anaknya.
Dalam perang Baratayuda Arjuna menjadi senopati Agung Pandawa yang berhasil membunuh banyak satriya Kurawa dan juga senotapi-senopati lainnya. Yang tewas di tangan Arjuna antara lain Raden Jayadrata yang telah membunuh putra kesayangannya yaitu Abimanyu, Prabu Bogadenta, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Burisrawa, dan Adipati Karna.

Masih dalam Baratayuda, Arjuna yang baru saja kehilangan putra kesayangannya menjadi kehilangan semangat,ditambah lagi guru dan saudara-saudaranya satu-persatu gugur di medan Kurusetra. Prabu Kresna lalu memberi nasihat bahwa dalam perang itu tidak ada kawan-lawan, kakak-adik ataupun guru-murid semuanya adalah takdir dan harus dijalani. Ajaran ini dikenal dengan nama Bagawat Gita. Yang membuat semangat ksatria penengah pandawa tersebut kembali menyala saat akan berhadapan dengan Adipati Karna, saudara tua seibu.

Setelah Perang Baratayuda berakhir, Dewi Banowati yang memang telah lama berselingkuh dengan Arjuna kemudian diperistrinya. Sebelumnya Arjuna telah memiliki seorang putri dari Dewi Banowati. Di saat yang sama Prabu Duryudana yang mulai curiga dengan hubungan istrinya dan Arjuna lalu berkata bahwa jika yang lahir bayi perempuan, itu adalah putri dari Arjuna dan Banowati akan diusir tetapi jika itu laki-laki maka itu adalah putranya. Saat bayi tersebut lahir ternyata adalah seorang perempuan. Banowati sangat panik akan hal itu. Namun atas pertolongan Kresna, bayi tersebut ditukar sebelum Prabu Duryudana melihatnya. Bayi perempuan yang lalu diasuh oleh Dewi Manuhara, istri Arjuna yang lain kemudian di beri nama Endang Pergiwati. Karena kelahirannya hampir sama dengan putri Dewi Manuhara yang bernama Endang Pergiwa, lalu keduanya di aku kembar. Sedang untuk putra dari Dewi Banowati dan Prabu Duryudana, Prabu Kresna mengambil seorang anak gandrawa dan diberi nama Lesmana Mandrakumara. Karena ia adalah anak gandrawa yang dipuja menjadi manusia, maka Lesmana Mandrakumara memiliki perwatakan yang cengeng dan agak tolol. Malang bagi Dewi Banowati, pada malam ia sedang mengasuh Parikesit, ia dibunuh oleh Aswatama yang bersekongkol dengan Kartamarma dan Resi Krepa untuk membunuh Parikesit yang masih Bayi. Dihari yang sama Dewi Srikandi, dan Pancawala juga dibunuh saat sedang tidur. Untunglah bayi parikesit yang menangis lalu menendang senjata Pasopati yang di taruh Arjuna di dekatnya dan membunuh Aswatama.
Arjuna yang sedang sedih karena Banowati telah dibunuh bersama Dewi Srikandi lalu mencari seorang putri yang mirip dengan Dewi Banowati. Putri tersebut adalah Dewi Citrahoyi, istri Prabu Arjunapati yang juga murid dari prabu Kresna. Prabu Kresna yang tanggap akan hal itu lalu meminta Prabu Arjunapati menyerahkan istrinya pada Arjuna. Prabu Arjunapati yang tersinggung akan hal itu menantang Prabu Kresna berperang dan dalam pertempuran itu Prabu Arjunapati gugur sampyuh dengan Patih Udawa dan Dewi Citrahoyi lalu menjadi istri Arjuna.

Setelah penguburan para pahlawan yang gugur dalam perang Baratayuda dan pengangkatan Prabu Puntadewa menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Kalimataya, Arjuna melaksanakan amanat kakaknya dengan mengadakan Sesaji Korban Kuda atau disebut Sesaji Aswameda. Arjuna yang diiringi sepasukan tentara Astina lalu mengikuti seekor kuda kemanapun kuda itu berjalan dan kerajaan-kerajaan yang dilewati kuda tersebut harus tunduk pada Astina, jika tidak Arjuna dan pasukannya akan menyerang kerajaan tersebut. Semua kerajaan yang dilewati kuda tersebut ternyata dapat dikalahkan. Arjuna lalu kembali ke Astina dan akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan keempat saudaranya dan Dewi Drupadi.

1      2     3      4      5      6     7     8      9      10