Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara,
Pandawa yang kedua. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain
mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan
julukan "otot kawat tulang besi".
Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi . Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.
Kisah kelahiran Gatotkaca
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun.
Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada
Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun
menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut
senjata Konta.
Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil
meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil
merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta
terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong
tali pusar Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu
Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta
menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Dengan
kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi
dengan segala kesaktian; karena itu Raden Gatotkaca berurat kawat,
bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di
atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar.
Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.
Karena
malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat
itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam
kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai
seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur
dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung
melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan
taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke
kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa.
Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk
dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca.
Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang
secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Kisah Perkawinan Gatotkaca
Tersebut
dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah
bersolek, hanya berpakaian bersahaja, jauh dari wanita. Tetapi setelah
Gatotkaca melihat puteri Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya,
Raden Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba
bersahaja. Berubah tingkah Raden Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya
(Dewi Arimbi) dengan sukacita dan menuruti segala permintaan Raden
Gatotkaca. Kemudian Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna.
Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna.
Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.
Menjadi Raja Pringgandani
Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.
Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada
saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani
kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya
takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, danKalabendana. Brajadenta
diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian
Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta
bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik
Gatotkaca.
Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun
memberontak hendak merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja
dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung
menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas
bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak
tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan
mereka tersebut.
Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa.
Kesaktiannya
dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat
yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia
disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai
oleh keturunan dari pihak perempuan.
Dalam perang
Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada
Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari
angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur.
Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga sangat disesali oleh sekalian keluarganya.
BENTUK WAYANG
Gatotkaca
bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut.
Berjamang tiga susun, bersunting waderan, sanggul kadal-menek, bergaruda
membelakang, berpraba, berkalung ulur-ulur, bergelang, berpontoh dan
berkeroncong. Berkain kerajaan lengkap.
Gatotkaca berwanda
1 Guntur,
2 Kilat
3 Tatit.
4 Tatit sepuh,
5 Mega dan
6 Mendung.
Menurut kata dalang waktu Raden Gatotkaca akan mengawan, diucapkan seperti berikut : Tersebutlah, pakaian Raden Gatotkaca yang juga disebut kesatria di Pringgadani:
Berjamang mas bersinar-sinar tiga susun, bersunting mas berbentuk bunga kenanga dikarangkan berupaSurengpati.(Surengpati berarti berani pada ajalnya. Sunting serupa ini juga dipakai untuk seorang murid waktu menerima ilmu dari gurunya bagi ilmu kematian, untuk lambang bah.wa orang yang menerima ilmu itu takkan takut pada kematiannya).Bergelung (sanggul) bentuk supit urang tersangga oleh praba, berkancing sanggul mas tua bentuk garuda membelakang dan bertali ulur-ulur bentuk naga terukir, berpontoh nagaraja, bergelang kana (gelang empat segi).Berkain (kampuh) sutera jingga, dibatik dengan lukisan seisi hutan, berikat-pinggang cindai hijau, becelana cindai biru, berkeroncong suasa bentuk nagaraja, uncal diberi emas anting.
Diceritakan, Raden Gatotkaca waktu akan berjalan ia berterumpah Padakacarma, yang membuatnya dapat terbang tanpa sayap. Bersongkok Basunanda, walaupun pada waktu panas terik takkan kena panas, bila hujan tak kena air hujan. Diceritakan Raden Gatotkaca menyingsingkan kain bertaliwanda,
ialah kain itu dibelitkan pada badan bagian belakang Raden Gatotkaca
segera menepuk bahu dan menolakkan kakinya kebumi, terasa bumi itu
mengeram di bawah kakinya. Mengawanlah ia ke angkasa.
Wayang
itu diujudkan sebagai terbang, ialah dij alan kain, dari kanan ke kiri,
di bagian kelir atas beberapa kali lalu dicacakkan, ibarat berhenti di
atas awan, dan dalang bercerita pula, Tersebutlah Raden Gatotkaca telah
mengawan, setiba di angkasa terasa sebagai menginjak daratan, menyelam
di awan biru, mengisah awan di hadapannya dan tertutuplah oleh awan di
belakangnya, samar samar tertampak ia di pandangan orang. Sinar pakaian
Gatotkaca yang kena sinar matahari sebagai kilat memburunya.
Maka
berhentilah kesatria Pringgadani di awan melintang, menghadap pada awan
yang lain dengan melihat ke kanan dan ke kiri. Setelah hening
pemandangan Gatotkaca, turunlah ia dari angkasa menuju ke bumi, Adipati
Karna waktu perang Baratayudha berperang tanding melawan Gatotkaca.
Karna melepaskan senjata kunta Wijayadanu, kenalah
Gatotkaca dengan senjata itu pada pusatnya. Setelah Gatotkaca kena panah
itu jatuhlah Gatotkaca dari angkasa,, menjatuhi kereta kendaraan Karna,
hingga hancur lebur kereta itu.
Dirangkum oleh R. Hutami untuk Laman Wayang Nusantara
Sumber:
- Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
No comments:
Post a Comment