Search This Blog

Saturday, October 31, 2015

Gamelan

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, degung (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Namun saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pernikahan, syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.

1     2     3     4     5     6     7     8     9     10......

Thursday, October 29, 2015

Anoman

Hanoman (Sanskerta: हनुमान्; Hanumān) atau Hanumat (Sanskerta: हनुमत्; Hanumat), uga disebut sebagai Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana sing paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih lan merupakan putera Batara Bayu lan Anjani, saudara sekang Subali lan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli sekang wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh iki uga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar zaman. nang India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung lan beberapa kuil didedikasikan kanggo memuja dirinya.

Kelahiran

Hanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putera sing merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia menjelma sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan sing dilakukan oleh Anjani lan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman.
Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, nang tempat lain, Raja Dasarata melakukan Putrakama Yadnya kanggo memperoleh keturunan. Hasilnya, ia menerima beberapa makanan kanggo dibagikan kepada tiga istrinya, sing nang kemudian hari melahirkan Rama, Laksmana, Bharata lan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung merenggut sepotong makanan tersebut, lan menjatuhkannya nang atas hutan dimana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh nang tangan Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman.
Sebuah lukisan India. Dalam gambar tampak Hanoman menghadap Rama bersama istrinya Sinta, lan Laksmana (paling kanan).
Salah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak sengaja karena hubungan antara Bayu lan Anjani. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan Anjani, kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa dilecehkan. Namun Dewa Bayu menjawab bahwa Anjani tidak akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan nang badannya, namun nang dalam hatinya. Bayu uga berkata bahwa kelak Anjani akan melahirkan seorang putera sing kekuatannya setara dengan Bayu lan paling cerdas nang antara para wanara.
Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya (diucapkan "Aanjanèya"), sing secara harfiah berarti "lahir sekang Anjani" atau "putera Anjani".

Clikané Hanoman

Jamane Hanoman esih cilik, dheweke nganggep nek matahari kuwe buah sing bisa dipangan, banjur mabur lan arep mangan matahari iku. Dewa Indra ndheleng lan dadi kuatir keslametané matahari. Kanggo ngantisipasi, dheweke melemparkan petirnya maring Hanoman dadi kera cilik iku tiba lan nabrak gunung. Ndeleng kedadian iku, Dewa Bayu dadi nesu. Akibat tindakannya, kabeh makhluk nang bumi dadi lemes. Para Dewa banjur memohon kepada Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya lan Hanoman diwenehi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma lan Dewa Indra ngaweh bahwa Hanoman akan kebal sekang segala senjata, serta kematiané bisané teka mung amarga kekarepané Hanoman dhewek. Kuwe asal critane kenapa Hanoman dadi makhluk sing abadi atawa Chiranjiwin.

Pertemuan dengan Rama

Patung Hanoman sing dibuat pada masa Dinasti Chola, abad ke-11.
Pada saat melihat Rama lan Laksmana datang ke Kiskenda, Sugriwa merasa cemas. Ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali sing dikirim kanggo membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa memanggil prajurit andalannya, Hanoman, kanggo menyelidiki maksud kedatangan dua orang tersebut. Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar menjadi brahmana lan mendekati Rama lan Laksmana.
Saat bertemu dengan Rama lan Laksmana, Hanoman merasakan ketenangan. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda permusuhan sekang kedua pemuda itu. Rama lan Laksmana uga terkesan dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka menceritakan riwayat hidupnya masing-masing. Rama uga menceritakan keinginannya kanggo menemui Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama lan Laksmana, Hanoman kembali ke wujud asalnya lan mengantar Rama lan Laksmana menemui Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi kanggo mencari tanda-tanda keberadaan Sita, lan membawanya ke hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara sing dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan, lan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan berhari-hari lan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat lan menemukan kota sing berdiri megah nang dalamnya. Atas keterangan Swayampraba sing tinggal nang sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura lan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba sing sakti, Hanoman lan wanara lainnya lenyap sekang gua lan berada nang sebuah pantai dalam sekejap.
Di pantai tersebut, Hanoman lan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa sing tidak bersayap. Ia njagong sendirian nang pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan kanggo dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sita lan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih lan meminta agar para wanara menceritakan kejadian sing sebenarnya terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan nang sebuah istana sing teretak nang Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar sampai nang Alengka.

Pergi ke Alengka


Karena bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya lan terbang menyeberangi lautan agar sampai nang Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya nang sana, ia menyamar menjadi monyet kecil lan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan sing kuat sekaligus kota sing dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda lan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam lan buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rahwana lan mengamati wanita-wanita cantik sing tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak melihat Sita sing sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman sing belum pernah diselidikinya. nang sana ia melihat wanita sing tampak sedih lan murung sing diyakininya sebagai Sita.
Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana gagal dengan rayuannya lan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita lan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman uga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama, namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai ksatria sejati lan datang ke Alengka kanggo menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu lan pamit sekang hadapan Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka nang istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali lan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra. Senjata iku memilit tubuh hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat sing tepat.

Alengka kobong

Dong Rahwana arep ngwenehi hukuman mati maring Hanoman, Wibisana membelani Hanoman supados hukumanne dienthengi, ngemuti nek Hanoman kuwi mung utusan. Kemudian Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo'a agar api sing membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do'a Sita kepada Dewa Agni terkabul, api sing membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Lalu ia memberontak lan melepaskan Brahma Astra sing mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka. Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri ke laut agar api nang ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanoman lan berkata bahwa selain kediaman Sita, kota Alengka dilalap api.
Dengan membawa kabar gembira, Hanoman menghadap Rama lan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan pasukan wanara kanggo menggempur Alengka

Pertempuran besar


Dalam pertempuran besar antara Rama lan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama, Laksmana, lan bala tentaranya sing lain terjerat oleh senjata Nagapasa sing sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan kanggo menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon sing dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut lan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama lan prajuritnya pulih kembali, Hanoman melanjutkan pertarungan lan membasmi banyak pasukan rakshasa.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama hendak memberikan hadiah kanggo Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam nang dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman lan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanoman pergi bermeditasi nang puncak gunung mendo'akan keselamatan dunia.
Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima lan Arjuna sekang lingkungan keraton Hastinapura. sekang pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan lambang Hanoman sebagai panji keretanya pada saat Bharatayuddha.

Tradisi lan pemujaan

Di negara India sing didominasi oleh agama Hindu, terdapat banyak kuil kanggo memuja Hanoman, lan dimana pun ada gambar awatara Wisnu, selalu ada gambar Hanoman. Kuil Hanoman bisa ditemukan nang banyak tempat nang India lan konon daerah nang sekeliling kuil iku terbebas sekang raksasa atau kejahatan.
Beberapa kuil Hanoman sing terkenal adalah:
Kuil Hanoman nang Nerul Navi, Mumbai, India.
  • Puncak monyet, Himachal Pradesh, India.
  • Kuil Jhaku, Himachal Pradesh, India.
  • Kuil Sri Suchindram, Tamilnadu, India.
  • Sri Hanuman Vatika, Orissa, India.
  • Kuil Saakshi Hanuman, Tamilnadu, India.
  • Shri Krishna Matha (Kuil Krishna), Udupi.
  • Krishnapura Matha, Krishnapura dekat Surathkal.
  • Kuil Ragigudda Anjaneya, Jayanagar, Bangalore.
  • Hanumangarhi, Ayodhya.
  • Kuil Sankat Mochan, Benares.
  • Kuil Hanuman, dekat Nuwara Eliya, Sri Lanka.
  • Salasar Balaji, Distrik Churu, Rajasthan.
  • Kuil Mehandipur Balaji, Rajasthan.
  • Ada Balaji, nang hutan suaka Sariska, Alwar, Rajasthan.
  • Sebelas kuil Maruthi nang Maharashtra.
  • Kuil Shri Hanuman nang Connaught Place, New Delhi.
  • Shri Baal Hanumaan, Tughlak Road, New Delhi.
  • Kuil Prasanna Veeranjaneya Swami, nang Mahalakshmi Layout, Bangalore, Karnataka.
  • Sri Nettikanti Anjaneya Swami Devasthanam, Kasapuram, Andhra Pradesh.
  • Yellala Anjaneya Swami, Yellala, Andhra Pradesh.
  • Pura Sri Mahavir, Patna, Bihar.
  • Kuil Sri Vishwaroopa Anchaneya, Tamilnadu, India.

Hanoman dalam pewayangan Jawa


Hanoman nang pewayangan Jawa dicritakna dadi puterané Bhatara Guru sing dadi murid lan anak angkaté Bhatara Bayu. Hanoman kuwe tokoh lintas generasi kawit jaman Rama gutul jaman Jayabaya.

Kelairan

Anjani kuwe puteri mbarepé Resi Gotama sing kena kutukan dadi berwajah kera. Atas perintah romoné, dheweke banjur tapa telanjang nang telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru lan Batara Narada mabur melintasi angkasa. Pas ndeleng Anjani, Batara Guru terkesima nganti ngethokna air mani. Raja para dewa pewayangan iku banjur mengusapnya nganggo godhong asam (Basa Jawa: Sinom) banjur diguwang nang tlaga. Godhong sinom iku tiba nang pangkuan Anjani. Dheweke njikot lan mangan godhong iku banjur mengandung. Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara Guru. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya sendiri kembali berwajah cantik lan dibawa ke kahyangan sebagai bidadari.

Mengabdi pada Sugriwa

Bayi singwujudé kera putih puterane Anjani kuwe dijikot lan diangkat anak nang Batara Bayu. Seuwise rampung merguru, Hanoman bali nang donya lan ngabdi maring pamané, yaiku Sugriwa, raja kera Gua Kiskenda. Waktu iku, Sugriwa tembe bae dikalahna nang kakangé, yaiku Subali, paman Hanoman liyané. Hanoman banjur ketemu Rama lan Laksmana, sepasang pangeran sekang Ayodhya sing lagi nglakoni pembuangan. Hanoman lan Rama banjur bekerja sama karo Sugriwa kanggo ngalahna Subali, lan bareng-bareng menyerang negeri Alengka kanggo mbebasna Sinta, bojone Rama sing diculik Rahwana muridé Subali.

Nglawan Alengka


Pertama-tama Hanoman menyusup nang istana Alengka kanggo menyelidiki kekuatan Rahwana lan menyaksikan keadaan Sita. Nang kana dheweke nggawe rusuh trus kecekel lan dihukum obong. Ning sewalike, Hanoman malah sing mbakar separoné ibu kota Alengka. Kedadian iku terus kondang nganggo sebutan Hanoman Obong. Seuwise Hanoman bali nang panggonane Rama, pasukan kera banjur mangkat nyerbu Alengka. Hanoman tampil dadi pahlawan sing mateni akeh pasukan Alengka, misalé Surpanaka (Sarpakenaka) adiné Rahwana.

Tugas kanggo Hanoman

Dalam pertempuran terakhir antara Rama kewalahan menandingi Rahwana sing memiliki Aji Pancasunya, yaitu kemampuan kanggo hidup abadi. Setiap kali senjata Rama menewaskan Rahwana, seketika iku pula Rahwana bangkit kembali. Wibisana, adik Rahwana sing memihak Rama segera meminta Hanoman kanggo membantu. Hanoman pun mengangkat Gunung Ungrungan kanggo ditimpakan nang atas mayat Rahwana ketika Rahwana baru saja tewas nang tangan Rama kanggo kesekian kalinya. Melihat kelancangan Hanoman, Rama pun menghukumnya agar menjaga kuburan Rahwana. Rama yakin kalau Rahwana masih hidup nang bawah gencetan gunung tersebut, lan setiap saat bisa melepaskan roh kanggo membuat kekacauan nang dunia.
Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal, roh Rahwana meloloskan diri sekang Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau Jawa kanggo mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik Kresna. Kresna sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman mengejar lan bertemu Bima, adiknya sesama putera angkat Bayu. Hanoman kemudian mengabdi kepada Kresna. Ia uga berhasil menangkap roh Rahwana lan mengurungnya nang Gunung Kendalisada. nang gunung iku Hanoman bertindak sebagai pertapa.

Anggota Keluarga

Lukisan Hanoman versi Thailand. Diambil nang Wat Phra Kaeo, Bangkok.
Berbeda dengan versi aslinya, Hanoman dalam pewayangan memiliki dua orang anak. sing pertama bernama Trigangga sing berwujud kera putih mirip dirinya. Konon, sewaktu pulang sekang membakar Alengka, Hanoman terbayang-bayang wajah Trijata, puteri Wibisana sing menjaga Sita. nang atas lautan, air mani Hanoman jatuh lan menyebabkan air laut mendidih. Tanpa sepengetahuannya, Baruna mencipta buih tersebut menjadi Trigangga. Trigangga langsung dewasa lan berjumpa dengan Bukbis, putera Rahwana. Keduanya bersahabat lan memihak Alengka melawan Rama. Dalam perang tersebut Trigangga berhasil menculik Rama lan Laksmana namun dikejar oleh Hanoman. Narada turun melerai lan menjelaskan hubungan darah nang antara kedua kera putih tersebut. Akhirnya, Trigangga pun berbalik melawan Rahwana.
Putera kedua Hanoman bernama Purwaganti, sing baru muncul pada zaman Pandawa. Ia berjasa menemukan kembali pusaka Yudistira sing hilang bernama Kalimasada. Purwaganti iki lahir sekang seorang puteri pendeta sing dinikahi Hanoman, bernama Purwati.

Kematian

Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada turun mengabulkan permohonannya, yaitu "ingin mati", asalkan ia bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan keturunan keenam Arjuna sing sedang terlibat perang saudara. Hanoman pun menyamar dengan nama Resi Mayangkara lan berhasil menikahkan Astradarma, putera Sariwahana, dengan Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana dengan Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi musuh Jayabaya sing bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam perang itu, Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang dewa kematian. ada versi lain khususnya nang jawa bahwa hanoman tidak mati dalam dalam berperang namun dia moksa setelah bertemu sunan kali jaga lan menanyakan arti sing terkandung sekang jimat kalimasada karena dulu hanoman berjanji tidak akan mau mati sebelum mengetahui arti sekang tulisan sing terkandung nang dalam jimat kalimasada.

1     2     3     4     5     6     7     8     9     10......

Raden Gatotkaca

Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara, Pandawa yang kedua. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".
Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi . Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.



Kisah kelahiran Gatotkaca
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. 

Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta.

Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian; karena itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar.
Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.

Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa.
Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping BasunandaKotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.

Kisah Perkawinan Gatotkaca
Tersebut dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah bersolek, hanya berpakaian bersahaja, jauh dari wanita. Tetapi setelah Gatotkaca melihat puteri Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya, Raden Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba bersahaja. Berubah tingkah Raden Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya (Dewi Arimbi) dengan sukacita dan menuruti segala permintaan Raden Gatotkaca. Kemudian Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna.
Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna.
Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.

Menjadi Raja Pringgandani
Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.

Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, danKalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca.
Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut.
Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa.

Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan.
Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur.
Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga sangat disesali oleh sekalian keluarganya.
BENTUK WAYANG
Gatotkaca bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut. Berjamang tiga susun, bersunting waderan, sanggul kadal-menek, bergaruda membelakang, berpraba, berkalung ulur-ulur, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain kerajaan lengkap.
Gatotkaca berwanda
1 Guntur,
2 Kilat
3 Tatit.
4 Tatit sepuh,
5 Mega dan
6 Mendung.
Menurut kata dalang waktu Raden Gatotkaca akan mengawan, diucapkan seperti berikut : 
Tersebutlah, pakaian Raden Gatotkaca yang juga disebut kesatria di Pringgadani:
Berjamang mas bersinar-sinar tiga susun, bersunting mas berbentuk bunga kenanga dikarangkan berupaSurengpati.(Surengpati berarti berani pada ajalnya. Sunting serupa ini juga dipakai untuk seorang murid waktu menerima ilmu dari gurunya bagi ilmu kematian, untuk lambang bah.wa orang yang menerima ilmu itu takkan takut pada kematiannya).Bergelung (sanggul) bentuk supit urang tersangga oleh praba, berkancing sanggul mas tua bentuk garuda membelakang dan bertali ulur-ulur bentuk naga terukir, berpontoh nagaraja, bergelang kana (gelang empat segi).Berkain (kampuh) sutera jingga, dibatik dengan lukisan seisi hutan, berikat-pinggang cindai hijau, becelana cindai biru, berkeroncong suasa bentuk nagaraja, uncal diberi emas anting.
Diceritakan, Raden Gatotkaca waktu akan berjalan ia berterumpah Padakacarma, yang membuatnya dapat terbang tanpa sayap. Bersongkok Basunanda, walaupun pada waktu panas terik takkan kena panas, bila hujan tak kena air hujan. Diceritakan Raden Gatotkaca menyingsingkan kain bertaliwanda, ialah kain itu dibelitkan pada badan bagian belakang Raden Gatotkaca segera menepuk bahu dan menolakkan kakinya kebumi, terasa bumi itu mengeram di bawah kakinya. Mengawanlah ia ke angkasa.

Wayang itu diujudkan sebagai terbang, ialah dij alan kain, dari kanan ke kiri, di bagian kelir atas beberapa kali lalu dicacakkan, ibarat berhenti di atas awan, dan dalang bercerita pula, Tersebutlah Raden Gatotkaca telah mengawan, setiba di angkasa terasa sebagai menginjak daratan, menyelam di awan biru, mengisah awan di hadapannya dan tertutuplah oleh awan di belakangnya, samar samar tertampak ia di pandangan orang. Sinar pakaian Gatotkaca yang kena sinar matahari sebagai kilat memburunya.
Maka berhentilah kesatria Pringgadani di awan melintang, menghadap pada awan yang lain dengan melihat ke kanan dan ke kiri. Setelah hening pemandangan Gatotkaca, turunlah ia dari angkasa menuju ke bumi, Adipati Karna waktu perang Baratayudha berperang tanding melawan Gatotkaca. Karna melepaskan senjata kunta Wijayadanu, kenalah Gatotkaca dengan senjata itu pada pusatnya. Setelah Gatotkaca kena panah itu jatuhlah Gatotkaca dari angkasa,, menjatuhi kereta kendaraan Karna, hingga hancur lebur kereta itu.
Dirangkum oleh R. Hutami untuk Laman Wayang Nusantara
Sumber:
  • Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo. 
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10.......

Thursday, July 24, 2014

ABIMANYU

Abimanyu (Sansekerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur.

Arti nama
Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu abhi (berani) dan man’yu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhiman’yu secara harfiah berarti “ia yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”.
Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran
Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.

Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.

PERILAKU AJARAN HASTA BRATA


Wahyu Makutha Rama yang dikenal dengan nama ajaran HASTABRATA yang artinya HASTA adalah 8 dan BRATA adalah tingkah laku atau watak. Jadi HASTABRATA adalah merupakan 8 guidance (pedoman) ilmu standard perilaku manusia dalam leadership & Manajemen.

Pertama ilmu HASTABRATA telah di-wejangkan oleh Raden Regowo (Titisan Bhatara Wisnu) dari Ayodya kepada adiknya Barata sebelum dinobatkan menjadi raja di Ayodya bergelar Prabu Barata (Dalam Cerita Romo Tundung).

Yang kedua oleh Raden Regowo juga (Titisan Bhatara Wisnu) dari Ayodya kepada Raden Wibisono sebelum dinobatkan menjadi raja di Alengka yang berganti nama menjadi Sindelo bergelar Prabu Wibisono (Dalam Cerita Bedah Alengko).

Yang ketiga Sri Bathara Kresna (Juga Titisan Bhatara Wisnu) dari Dworowati mewejangkan rahasia ilmu HASTABRATA (Dalam Cerita Wahyu Makutoromo) kepada Raden Arjuna, sebagai penengah Pendawa yang telah menjalani “Perilaku” prihatin dengan cara bertapa.

Dikatakan bahwa ke-delapan unsur alam semesta tersebut dapat menjadi teladan perilaku sehari-hari dalam pergaulan masyarakat terlebih lagi dalam rangka memimpin negara dan bangsa dengan implementasi prinsip-prinsip hukum alamiah.

Ajaran HASTABRATA berisi 8 ajaran perilaku yang harus dipunyai seorang pemimpin, yang terdiri dari sbb;

1. Watak Surya atau matahari diteladani oleh Bhatara Surya

Matahari memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu menumbuh kembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara dengan bekal lahir dan batin untuk dapat tetap berkarya.

2. Watak Candra atau Bulan diteladani oleh Bhatari Ratih

Bulan memancarkan sinar kegelapan malam. Cahaya bulan yang lembut mampu menumbuhkan semangat dan harapan-harapan yang indah. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan dorongan atau motivasi untuk membangkitkan semangat rakyatnya, dalam suasana suka dan duka.

3. Watak Kartika atau Bintang diteladani oleh Bhatara Ismoyo

Bintang memancarkan sinar indah kemilau, mempunyai tempat yang tepat di langit hingga dapat menjadi pedoman arah. Seorang pemimpin hendaknya menjadi suri teladan (Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tutwuri Handayani). Tidak ragu lagi menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.

4. Watak Angkasa yaitu Langit diteladani oleh Bhatara Indra

Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam.

5. Watak Maruta atau Angin diteladani oleh Bhatara Bayu

Angin selalu ada di mana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya. Mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat.

6. Watak Samudra yaitu Laut atau Air diteladani oleh Bhatara Baruna

Laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua orang pada derajat dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.

7. Watak Dahana atau Api diteladani oleh Bhatara Brahma

Api mempunya kemampuan untuk membakar habis dan menghancur leburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan harus bisa menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.

8. Watak Bumi yaitu Tanah diteladani oleh Bhatara Wisnu

Bumi mempunyai sifat kuat dan bermurah hati. Selalu memberi hasil kepada siapa pun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin hendaknya berwatak sentosa, teguh dan murah hati, senang beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan rakyatnya.

1. Inti ajaran Asta Brata.

Ajaran Astabrata pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pankur, jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun tidak dapat menendingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.

Rama menghibur Wibisana dengan memuji keutamaan Rahwana yang dengan gagah berani sebagai seorang raja yang gugur di medan perang bersama balatentaranya. Oleh Rama, Raden Wibisana diangkat menjadi Raja Alengka menggantikan Rahwana. Rama berpesan agar menjadi raja yang bijaksana mengikuti delapan sifat dewa yaitu Indra, Yama, Surya, Bayu, Kuwera, Brama, Candra, dan Baruna. Itulah yang disebut dengan Asthabrata.

Dalam lakon Wahyu Makutarama, Prabu Rama menitis kepada Kresna untuk melestarikan Asta Brata dan menurunkannya kepada Arjuna. Setelah itu, Asta Brata diturunkan oleh Arjuna kepada Abimanyu dan diteruskan kepada Parikesit yang kemudian menjadi Raja.

Asta Brata adalah simbol alam semesta. Arti harfiahnya “delapan simbol alam”, tetapi sejatinya menyiratkan keharmonisan sistem alam semesta. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri
dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan terhindar malapetaka. Bila manusia, sebagai ciptaan Tuhan, bisa selaras dengan alam semesta, maka selaraslah kehidupannya.

Delapan simbol alam itu adalah: bumi, geni, banyu, angin, srengenge, bulan, lintang, dan awan. Mengambil kedelapan simbol alam sebagai contoh, itu lah inti ajaran Asta Brata, sebagai pedoman tingkah laku seorang raja, yang secara singkat dapat dirangkum sebagai:

“Dapat memberikan kesejukan dan ketentraman kepada warganya; membasmi kejahatan dengan tegas tanpa pandang bulu; bersifat bijaksana, sabar, ramah dan lembut; melihat, mengerti dan menghayati seluruh warganya; memberikan kesejahteraan dan bantuan bagi warganya yang memerlukan; mampu menampung segala sesuatu yang datang kepadanya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan; gigih dalam mengalahkan musuh dan dapat memberikan pelita bagi warganya.”

2. Beberapa versi rumusan Asta Brata

a. Menurut Yasadipura I ((1729-1803 M) dari keraton Surakarta:

-Asta Brata adalah delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru filosofi/sifat alam, yaitu:

1. Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi)
Seperti halnya bumi, seorang pemimpin berusaha untuk setiap saat menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun. Dia mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan kepada siapa saja tanpa pilih kasih. Meski selalu memberikan segalanya kepada rakyatnya, dia tidak menunjukkan sifat sombong/angkuh.

2. Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air)
Seperti sifat air, mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin. Seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya. Rakyat akan
merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya. Kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang diembannya sendirian.

3. Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin)
Seperti halnya sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat dan adil kepada siapa pun. Seorang pemimpin harus berada di semua strata/lapisan masyarakatnya dan bersikap adil, tak pernah diskriminatif (membeda-bedakan).

4. Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan)
Seperti sifat bulan, yang terang dan sejuk. Seorang pemimpin mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Kehadiran pemimpin bagi rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin memancarkan kebahagiaan dan harapan.

5. Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari)
Seperti sifat matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya.

6. Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra)
Seperti sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya.

7. Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung)
Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.

8. Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api)
Seperti sifat api, energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.

b. Menurut Serat Aji Pamasa (Pedhalangan) karya Raden Ngabehi Rangga Warsita. Pemimpin dituntut ngerti, ngrasa, dan nglakoni (Tri-Nga) 8 (delapan) watak alam. Hasta berarti delapan, brata berarti laku atau watak.

1. Watak Surya atau srengenge (matahari); sareh sabareng karsa, rereh ririh ing pangarah.
2. Watak Candra atau rembulan (Bulan); noraga met prana, sareh sumeh ing netya, alusing budi jatmika, prabawa sreping bawana.
3. Watak Sudama atau lintang (Bintang); lana susila santosa, pengkuh lan kengguh andriya. Nora lerenging ngubaya, datan lemeren ing karsa. Pitayan tan samudana, setya tuhu ing wacana, asring umasung wasita. Sabda pandhita ratu tan kena wola wali.
4. Watak Maruta atau angin (Udara yang bergerak); teliti setiti ngati-ati, dhemen amariksa tumindake punggawa kanthi cara alus.
5. Watak Mendhung atau mendhung (Awan hujan); bener sajroning paring ganjaran, jejeg lan adil paring paukuman.
6. Watak Dahana atau geni atau latu (Api); dhemen reresik regeding bawana, kang arungkut kababadan, kang apateng pinadhangan.
7. Watak Tirta atau banyu atau samodra (Air); tansah paring pangapura, adil paramarta. Basa angenaki krama tumraping kawula.
8. Watak pratala atau bumi atau lemah (Tanah); tansah adedana lan karem paring bebungah marang kawula.

c. Menurut lakon Wahyu Makutharama, diajarkan oleh Begawan Kesawasidi (Prabu Kresna) kepada Raden Arjuna, sebagai berikut:

1. “kapisan bambege surya, tegese sareh ing karsa, derenging pangolah nora daya-daya kasembadan kang sinedya. Prabawane maweh uriping sagung dumadi, samubarang kang kena soroting Hyang Surya nora daya-daya garing. Lakune ngarah-arah, patrape ngirih-irih, pamrihe lamun sarwa sareh nora rekasa denira misesa, ananging uga dadya sarana karaharjaning sagung dumadi.

2. Kapindho hambege candra yaiku rembulan, tegese tansah amadhangi madyaning pepeteng, sunare hangengsemake, lakune bisa amet prana sumehing netya alusing budi anawuraken raras rum sumarambah marang saisining bawana.

3. Katelu hambeging kartika, tegese tansah dadya pepasrening ngantariksa madyaning ratri. Lakune dadya panengeraning mangsa kala, patrape santosa pengkuh nora kengguhan, puguh ing karsa pitaya tanpa samudana, wekasan dadya pandam pandom keblating sagung dumadi.

4. Kaping pate hameging hima, tegese hanindakake dana wesi asat; adil tumuruning riris, kang akarya subur ngrembakaning tanem tuwuh. Wesi asat tegese lamun wus kurda midana ing guntur wasesa, gebyaring lidhah sayekti minangka pratandha; bilih lamun ala antuk pidana, yen becik antuk nugraha.

5. Kalima ambeging maruta, werdine tansah sumarambah nyrambahi sagung gumelar; lakune titi kang paniti priksa patrape hangrawuhi sakabehing kahanan, ala becik kabeh winengku ing maruta.

6. Kaping nem hambeging dahana, lire pakartine bisa ambrastha sagung dur angkara, nora mawas sanak kadang pawong mitra, anane muhung anjejegaken trusing kukuming nagara.
7. Kasapta hambeging samodra, tegese jembar momot myang kamot, ala becik kabeh kamot ing samodra; parandene nora nana kang anabet. Sa-isene maneka warna, sayekti dadya pikukuh hamimbuhi santosa.

8. Kaping wolu hambeging bantala, werdine ila legawa ing driya; mulus agewang hambege para wadul. Danane hanggeganjar myang kawula kang labuh myang hanggulawenthah.

C. NILAI DAN TELADAN

a. Relevansi Asta Brata dengan ajaran serupa di dunia Internasional.
Ada banyak rumusan Asta Brata. Bahkan, pernah dijadikan pelajaran wajib di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).

Apakah ajaran ini bersifat Universal, dalam arti tidak hanya dihayati bangsa Indonesia saja?
Ternyata, memang benar. Ajaran Asta Brata bersifat Universal, dikenal pula di belahan dunia yang lain, walau pun berbeda sebutan dan rumusannya. Berupa apa sifat ajaran Universalnya?
Yaitu, bahwa manusia harus hidup selaras dengan alam.

Di Negeri China, Korea, dan Jepang dikenal “Fengshui” (harfiahnya Angin dan Air), yang berlandaskan teori lima proses: Logam, Kayu, Tanah, Air, dan Api.

Di anak benua India, dikenal pula Teori 5 Unsur: Api, Tanah, Air, Udara (Angin) dan Ruang.
Mengapa hanya lima? Berarti ajaran Asta Brata lebih lengkap?
Ternyata, tidak sesederhana itu.
Perhatikan, adakah unsur “Ruang” dalam ajaran Asta Brata?
Tanpa ruang, di manakah ke unsur-unsur alam itu berada?

Makna: Tidak semua yang terlihat berbeda itu benar-benar berbeda. Perluaslah wawasan kita untuk bisa melihat, bahwa ada kesamaan di antara perbedaan.

b. Esensi Makna Asta Brata
Asta Brata bukan hanya berlaku bagi para pemimpin saja. Setiap manusia, seyogyanya mengamalkannya, dalam arti “hidup selaras dengan alam”, dan “menjalankan peran yang diembannya, sehingga memberi manfaat bagi sesama”.

Seorang pemimpin yang tidak mampu melaksanakan Asta Brata bagai raja tanpa mahkota. Sebaliknya, rakyat jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta Brata, berarti ia adalah rakyat jelata yang bermahkota, dialah manusia yang luhur budi pekertinya.


1   2   3   4   5   6   7   8   9   10.......

Wednesday, May 23, 2012

GARENG


Gareng mempunyai ciri yang
menonjol yaitu bermata kero,
bertangan cekot dan berk...aki
pincang. Ke tiga cacat fisik
tersebut menyimbolkan rasa.
Mata kero, adalah rasa
kewaspadaan, tangan cekot
adalah rasa ketelitian dan kaki
pincang adalah rasa kehati-
hatian.

nala gareng~ ati garing adoh
seko drengki srei. moto kero
mujudake seneng ngingetake
bebener. tangan ceko ora
demen nyenyolong. sikil pencik
tansah ngati2 nggone lumaku
menyang dalan sing bener.


1   2   3   4   5   6   7   8   9   10.......

Bima berguru kepada Durna




DEWA RUCI KIDUNG

Cerita kisah ajaran Dewa Ruci kepada Arya Wrekudara ketika masuk ke dasar samudera, memenuhi tugas gurunya dalam mencari air penghidupan (tirtamerta) ditulis pada sekitar abad 19 Masehi, disadur dari bentuk kakawin (berbentuk tembang) oleh pujangga Surakarta (tidak disebutkan namanya).

Serat Dewa Ruci Kidung ini disampaikan dalam bentuk tembang macapat, dengan bahasa yang sangat halus. Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan aliterasi dan asonansi sesuai denga rumus-rumus tembang. Untuk itulah banyak kita temukan bahasa-bahasa yang tidak mudah dipahami karena berasal dari bahasa 
Kawi, Sanskerta dan Jawa Kuno. Dan meskipun terjemahan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan perbaikan disana-sini, kiranya tetap dapat berguna untuk pelestarian kebudayaan kita,dan selanjutnya mohon koreksi kepada pembaca yang budiman tentang hal terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

———— Bebukaning Carita ———–

Kidung Dhandhanggula

 
Arya Sena duk puruhita ring, Dhang Hyang Druna kinen ngulatana, toya ingkang nucekake, marang sariranipun, Arya Sena alias Wrekudara mantuk wewarti, marang negeri Ngamarta, pamit kadang sepuh, sira Prabu Yudistira, kang para ri sadaya nuju marengi, aneng ngarsaning raka.


Arya Sena ketika berguru kepada, Dhang Hyang Druna disuruh mencari, air yang mencyucikan, kepada badannya, Arya Sena alias Wrekudara pulang memberi kabar, kepada negeri Ngamarta, mohon diri 
kepada 
kakaknya, yaitu Prabu Yudistira, dan adik-adiknya semua, ketika kebetulan di hadapan kakaknya.

 
Arya Sena matur ing raka ji, lamun arsa kesah mamprih toya, dening guru piduhe, Sri Darmaputra ngungun amiyarsa aturing ari, cipta lamun bebaya, Sang Nata mangungkung, Dyan Satriya Dananjaya, matur
 manembah ing raka Sri Narpati, punika tan sakeca.


Arya Sena berkata kepada Kakanda Raja, bahwa ia akan pergi mencari air, dengan petunjuk gurunya, Sri Darmaputra heran mendengar kata adiknya, memikirkan mara bahaya, Sang Raja menjadi berduka, Raden Satriya Dananjaya, berkata sambil meyembah kepada Kanda Raja, bahwa itu tidak baik.

Inggih sampun paduka lilani, rayi tuwan kesahe punika, boten sakeca raose, Nangkula Sadewaku, pan umiring aturireki, watek raka paduka, Ngastina Sang Prabu, karya pangendra sangsara, pasthi Druna ginubel pinrih ngapusi, Pandawa sirnanira.

Sudahlah jangan diizinkan, adinda (Wrekudara) itu pergi rasanya itu tidak baik, Nakula dan Sadewa, juga menyetujui kata-kata Dananjaya, sifat kakanda tuanku, yang tinggal di Ngastina, hanya ingin menjerumuskan ke dalam kesengsaraan, tentu Druna dibujuk agar medustai, demi musnahnya Pandawa.

Arya Sena miyarsa nauri, ingsun masa kenaa den ampah prapteng tiwas ingsun dhewe, wong nedya amrih putus, ing sucine badanireki, Sena sawusnya mojar, kalepat sumebrung, sira Prabu Darmaputra, myang kang rayi tetiga ngungun tan sipi, lir tinebak wong tuna.

Arya Sena mendengar itu lalu menjawab, aku tak mungkin dapat ditipu dan dibunuh, karena ingin mencari kesempurnaan, demi kesucian badan ku ini, setelah berkata begitu, Sena lalu segara pergi, Sang Prabu Darmaputra, dan ketiga adiknya sangat heran, bagaikan kehilangan sesuatu.

Tan winarna kang kari prihatin, kawuwusa Sena lampahira, tanpa wadya among dhewe, mung braja kang tut pungkur, lampah mbener amurang margi, prahara munggeng ngarsa gora reh gumuruh, samya giras wong padesan, ingkang kambuh kaprunggul ndarodog ajrih mendhak ndhepes manembah.

Tak terkisahkan keadaan yang ditinggalkan dalam kesedian, diceritakanlah perjalanan Sena, tanpa kawan hanya sendirian, hanyalah sang petir yang mengikutinya dari belakang, berjalan lurus menentang jalan, angin topan yang menghadang di depan terdengar gemuruh riuh, orang-orang desa bingung, yang bertemu di tengah jalan gemetar katakutan sambil menyembah.

Ana atur segah tan tinolih, langkung adreng prapteng Kurusetra, marga geng kambah lampahe, glising lampahira sru, gapura geng munggul kaeksi, pucak mutyara muncar, saking doh ngenguwung, lir kumembaring baskara, kuneng wau kang lagya lampah neng margi, wuwusen ing Ngastina.

Kesediaan yang sudah disanggupi tak mungkin ditolehnya, sangat kuat tekatnya untuk menuju hutan Kurusetra, jalan besar yang dilaluinya, sungguh cepat jalanya, pintu gerbang tampak dari kejauhan, puncaknya seperti mutiara berbinar-binar, dari jauh seperti pelangi, bagaikan matahari kembar, sampai di sini dulu kisah perjalanan Arya Sena Wrekudara, sekarang dikisahkan keaadaan di negeri Ngastina.

————- Di Negeri Ngastina ————-

Prabu Suyudana animbali, Resi Druna wus prapteng jro pura, nateng Mandraka sarenge, Dipati Karna tumut, myang Santana andeling westi, pan sami tinimbalan, marang jro kadhatun, Dipati ing Sundusena, Jayajatra miwah sang patih Sangkuni, Bisma myang Dursasana.

Prabu Suyudana memanggil, Rsei Druna sudah tiba di dalam istana, bersama Raja Mandaraka, Adipati Karna pun ikut dan sentana/pembesar andalan menumpas bahaya, semua dipanggil, masuk keistana, Adipati dari Sindusena, Jayajatra, Sang Patih Sangkuni, Bisma dan Dursasana.

Raden Suwirya Kurawa sekti, miwah Rahaden Jayasusena, Raden Rikadurjayane, prapteng ngarsa sang prabu, kang pinusthi mrih jayeng jurit, sor sirnaning Pandhawa, ingkang dadya wuwus, ajwa kongsi Bratayuda, yen kenaa ingapus kramaning aris, sirnaning kang Pandhawa.

Raden Suwirya Kurawa yang sakti, dan Raden Jayasusena Raden Rikadurjaya, tiba dihadapan Raja, yang disembah agar menang dalam perang, mengalahkan para Pandawa, yang menjadi dalam pembicaraan, jangan sampai terjadi perang Baratayuda, bila dapat ditipu secara halus, kemusnahan sang Pandawa.

Golong mangkana aturnya sami, Raden Sumarma Suranggakara, anut rempeg samya ture, wau sira sang prabu, Suyudana menggah ing galih, datan pati ngarsakna, ing cidranireki, kagagas kadang nak sanak, lagya eca gunem Wrekudara prapti, dumorojog munggeng pura.

Mereka sepakat, Raden Sumarma Suranggakara, menyetujui semua pembicaraan, demikian Sang Prabu, Suyudana dalam hatinya, tidak begitu dirasakan, tentang kecurangannya, memikirkan saudara dekat, ketika sedang asyik bercakap-cakap Wrekudara datang, terburu-buru masuk ke istana.

Kagyat obah kang samya alinggih, Prabu Duryudana lon ngandika, yayi den kapareng kene, Dyan Wrekudara njujug Dhang Hyang Druna sigra ngabekti, rinangkul jangganira, babo suteng ulun, sira sida ngulatana, tirta ening dadi sucining ngaurip, yen iku ketemua.

Terkejutlah semua yang hadir, Prabu Dryudana berkata pelan, adikku marilah kesini, Raden Wrekudara langsung menghadap Dhang Hyang Druna segera meyembah, dirangkul/dipeluk lehernya, wahai anakku, kau jadi pergi mencari, air jernik untuk menyucikan diri, jika itu telah kau temukan.

Tirta nirmala wisesaning urip, wus kawengku aji kang sampurna, pinunjul ing jagad kabeh, kauban bapa biyung, mulya saking sira nak mami, leluwihing triloka, langgeng ananipun, Arya Sena matur nembah, inggih pundi prenahe kang toya ening, ulun mugi tedahana.

Air suci penghidupan, sudah berarti kau mencapai kesempurnaan, menonjol di antara sesama makhluk, dilindungi ayah ibu, mulia darimu anakku, berada dalam triloka, adanya kekal, Arya Sena berkata sembah, ya dimanakah tempatnya sang air jernih, mohon aku ditunjukkan.

Sayektine yen ulun lampahi, Resi Druna alon wuwusira, adhuh suteng ulun angger, tirta suci nggenipun, pan ing wana Tibrasareki, turuten tuduhingwang, banget parikudu, nucekaken ing badanira, ulatana soring Gadawedaneki, ing wukir Candradimuka.

Sungguh akan kutunjukkan, Resi Druna lirih kata-katanya, aduh anakku tercinta, air suci letaknya, berada di hutan Tibrasara, ikutilah petunjukku, harus diperhatikan, itu akan menyucikan dirimu, carilah di bawah Gandawedana, di gunung Candramuka.

Drungkarana ing wukir-wukir, jroning guwa ing kono nggonira, tirta nirmala yektine, ing nguni-uni durung, ana kang wruh ngone toya di, Arya Bima trustheng tyas, pamit awot santun, mring Druna myang Suyudana, Prabu ing Ngastina, angandika aris, Yayi Mas den prayitna.

Carilah di gunung-gunung, di dalam gua gua di situlah letaknya, air suci yang sesungguhnya, di masa lalu belum ada yang tahu tempatnya, Arya Bima gembira hatinya, mohon diri sambil meyembah, kepada Druna dan Suyudana, Prabu di Ngastina, berkata pelan, berhati-hatilah adikku.

Bok kasasar nggonira ngulati, saking ewuhe panggonanira, Arya Sena lon wuwuse, nora pepeka ingsun, anglakoni tuduh sang Yogi, Bima gya pamit medal, lajeng lampahipun, kang maksih aneng jro pura, samya mesem nateng Mandraka nglingnya ris, kaya paran solahnya.

Jangan sampai tersesat dalam usaha mencari, oleh sulitnya letak air suci itu, Arya Sena menjawab pelan, aku tidak akan mengalami kesulitan, dalam menjalankan petunjuk sang guru. Bima segera mohon diri keluar, melanjutkan perjalanan, yang masih tinggal di dalam istana, semua terseyum, Raja Mandaraka berkata lirih, bagaimana caranya ia memperoleh air itu.

Gunung Candradimuka guwaneki, dene kanggonan reksasa krura, kagir-giri gedhene, pasthi yen lebur tempur, ditya kalih pangawak wukir, tan ana wani ngambah, sadaya gumuyu, ngrasantuk upayanira, sukan-sukan boga andrawina menuhi, kuneng wau kocapa.

Gunung Candramuka dan guanya, di situ tinggal raksasa yang sangat menakutkan sangat besar, tentu akan hancur lebur, dua raksasa serupa gunung, tak ada yang berani melawan, semuanya tertawa, merasa berhasil tipu muslihatnya, bersuka ria pesta makan-minum sepuas-puanya, berganti yang dikisahkan.


1   2   3   4   5   6   7   8   9   10.......