Wayang merupakan bentuk konsep berkesenian yang kaya akan cerita
falsafah hidup sehingga masih bertahan di kalangan masyarakat jawa
hinggga kini.
Disaat pindahnya Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Desa Solo (sekarang
Surakarta) membawa perkembangan juga dalam seni pewayangan. Seni
pewayangan yang awalnya merupakan seni pakeliran dengan tokoh utamanya
Ki Dalang yang berceritera, adalah suatu bentuk seni gabungan antara
unsur seni tatah sungging (seni rupa) dengan menampilkan tokoh wayangnya
yang diiringi dengan gending/irama gamelan, diwarnai dialog
(antawacana), menyajikan lakon dan pitutur/petunjuk hidup manusia dalam
falsafah.
Seni pewayangan tersebut digelar dalam bentuk yang dinamakan Wayang
Kulit Purwa, dilatar-belakangi layar/kelir dengan pokok cerita yang
sumbernya dari kitab Mahabharata dan Ramayana, berasal dari India. Namun
ada juga pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon cerita yang di petik
dari ajaran Budha, seperti cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan
(pensucian diri manusia). Pagelaran wayang kulit purwa biasanya memakan
waktu semalam suntuk.
Semasa Sri Susuhunan X di Solo seni Pakeliran berkembang medianya
setelah didirikan tempat pementasan Wayang Orang, yaitu di Sriwedari
yang merupakan bentuk pewayangan panggung dengan pemainnya terdiri dari
orang-orang yang memerankan tokoh-tokoh wayang. Baik cerita maupun
dialognya dilakukan oleh masing-masing pemain itu sendiri. Pagelaran ini
diselenggarakan rutin setiap malam. Bentuk variasi wayang lainnya yaitu
wayang Golek yang wayangnya terdiri dari boneka kayu.
Seniman keturunan Cina yang berada di Solo juga kadang menggelar wayang
golek cina yang disebut Wayang Potehi. Dengan cerita dari negeri Cina
serta iringan musiknya khas cina.
Ada juga Wayang Beber yang dalam bentuknya merupakan lembaran kain yang
dilukis dan diceritakan oleh sang Dalang, yang ceritanya berkisar
mengenai Keraton Kediri, Ngurawan, Singasari (lakon Panji).
Wayang Klitik adalah jenis pewayangan yang media tokohnya terbuat dari
kayu, ceritanya diambil dari babat Majapahit akhir (cerita Dhamarwulan).
Dulu terkadang "wong Solo" memanfaatkan waktu senggangnya membuat wayang dari rumput, disebut Wayang Rumput
Orang jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan
berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati sanubari dan
menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi
yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang jawa
merupakan simbolisme pandangan-pandangan hidup orang jawa mengenai
hal-hal kehidupan yang tertuang dalam dilaog dialur cerita yang
ditampilkan.
Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan
teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan
kelakuan manusia digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni
pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap
dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.
Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang
tersirat dan tergambar dalam alur cerita-ceritanya, baik dalam sikap
pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta
hubungan manusia dengan manusia lain.
Pertunjukkan wayang terutama wayang kulit sering dikaitkan dengan
upacara adat: perkawinan, selamatan kelahiran bayi, pindahan rumah,
sunatan, dll, dan biasanya disajikan dalam cerita-cerita yang memaknai
hajatan dimaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan cerita yang diambil
"Parto Krama" (perkawinan Arjuna), hajatan kelahiran ditampilkan cerita
Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita "Murwa Kala/Ruwatan"
KHUSUS WAYANG PURWA
Wayang purwa adalah bagian dari beberapa macam yang ada, diantaranya
wayang gedog, wayang madya, wayang klitik purwa, wayang wahyu, wayang
wahono dan sebagainya.
Wayang purwa sudah ada beberapa ratus tahun yang lalu dimana wayang
timbul pertama fungsinya sebagai upacara menyembah roh nenek moyang.
Jadi merupakan upacara khusus yang dilakukan nenek moyang untuk
mengenang arwah para leluhur. Bentuk wayang masih sangat sederhana yang
dipentingkan bukan bentuk wayang tetapi bayangan dari wayangan
tersebut.
Perkembangan jaman dan budaya manusia selalu berkembang wayang ikut pula
dipengaruhi bentuk wayang pun berubah, misalnya, bentuk mata wayang
seperti bentuk mata manusia, tangan berkabung menjadi satu dengan
badannya. Hal ini dipandang kurang enak maka tangan wayang dipisah,
untuk selanjutnya diberi pewarna.
Perkembangan wayang pesat pada jaman para wali, diantaranya Sunan
Kalijaga, Sunan Bonang dan yang lain ikut merubah bentuk wayang sehingga
menjadi lebih indah bentuknya.
Langkah penyempurnaan di jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma, jaman
kerajaan Pajang, kerajaan Surakarta, jaman Pakubuwono banyak sekali
menyempurnakan bentuk wayang sehingga tercipta bentuk sekarang ini,
dimana telah mengalami kemantapan yang dirasa pas dihati pemiliknya.
Pengaturan wayang
Jumlah wayang dalam satu kotak tidak sama trgantung kepada pemiliknya.
Jadi ada wayang yang jumlahnya 350 sampai 400 wayang, ada yang jumlahnya
hanya 180 wayag dan ada yang kurang dari 180 wayang. Biasanya wayang
yang banyak, wayang yang rangkap serta wanda yang banyak sesuai yang
diinginkan. Pengaturan wayang pada layar atau kelir atau disebut
simpingan. Di dalam simpingan wayang ada simpingan kanan dan simpingan
kiri.
SIMPINGAN KIRI
1. Buto raton (Kumbakarno)
2. Raksasa muda (Prahasta,Suratimantra)
3. Rahwana dengan beberapa wanda
4. Wayang Bapang (ratu sabrang)
5. Wayang Boma (Bomanarakasura)
6. Indarajit
7. Trisirah
8. Trinetra dan sejenisnya
9. Prabu Baladewa dengan beberapa wanda
10. Raden Kakrasana
11. Prabu Salya
12. Prabu Matswapati
13. Prabu Duryudana
14. Prabu Salya
15. Prabu Salya
16. Prabu Matswapati
17. Prabu Duryudana
18. Raden Setyaki
19. Raden Samba
20. Raden Narayana
Keterangan :
Pada contoh diatas hanya secara garis besar saja. Jadi masih banyak nama tokoh yang tidak di cantumkan.
* Wayang Eblekan :
Yaitu wayang yang masih diatur rapi didalam kotak, tidak ikut disimping.
Contoh: Buta brabah, wayang wanara, wayang kewanan (hewan), wayang
tatagan yang lain, misal: wadya sabrang buta cakil dan lain-lain.
* Wayang dudahan :
Yaitu wayang yang diletakkan di sisi kanan dhalang.
Contoh: Punakawan, pandita, rampogan, dewa dan beberapa tokoh wayang yang akan digunakan didalam pakeliran.
SIMPINGAN KANAN
Dimulai dari wayang Tuguwasesa diakhiri wayang bayen. Adapun wayang yang disimping adalah sebagai berikut :
1. Prau Tuguwasesa (Tuhuwasesa)
2. Werkudara dari beberapa macam wanda
3. Bratasena dari beberapa macam wanda
4. Rama Parasu
5. Gatotkaca dari beberapa macam wanda
6. Ontareja
7. Anoman dari beberapa macam wanda
8. Kresna dari beberapa macam wanda
9. Prabu Rama
10. Prabu Arjuna Sasra
11. Pandhu
12. Arjuna
13. Abimanyu
14. Palasara
15. Sekutrem
16. Wayang putran
17. Bati
Keterangan :
Wayang tersebut disimping pada debog atau batang pisang bagian atas.
Untuk batang pisang bagian bawah hanya terdiri dari simpingan wayang
putren.
Simpingan sebelah kiri terdiri atas:
1.Buta raton
2.Wayang buta enom (raksasa muda)
3.Wayang boma
4.Wayang Sasra
5.Wayang Satria
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat urutan yang diatur seperti tersebut dibawah ini :
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya,
Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira,
Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang
Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun
Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala
Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun
Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu,
Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem,
Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang
Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba
Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra
Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi
Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena
Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara
Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and
Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah,
Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa,
Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma
Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel
Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang
Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar,
Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya,
Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata,
Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu
Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak,
Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang
Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa:
Lakon-lakon: Angruna-Angruni, Mikukuhan, Begawan Respati, Watugunung,
Wisnupati, Prabu Namintaya, Nagatatmala, Sri Sadana, Parikenan, Bambang
Sakutrem, Bambang Sakri, Bagawan Palasara, Kilatbuwana, Narasoma,
Basudewa Rabi, Gandamana Sakit, Rabinipun Harya Prabu Kaliyan Ugrasena,
Bima Bungkus, Rabinipun Ramawidura, Lisah Tala, Obong-obongan
Pasanggrahan Balesegala, Bambang Kumbayana, Jagal Bilawa, Babad
Wanamarta, Kangsa Pragat, Semar Jantur, Jaladara Rabi, Alap-alapan
Surtikanthi, Clakutana, Suyudana Rabi, Jayadrata Rabi, Pandhawa Dulit,
Gandamana, Kresna Sekar, Alap-alapan Secaboma, Kuntul Wilanten,
Partakrama, Gathutkaca Lair, Setija, Bangun Taman Maerakaca dan Wader
Bang (43 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma
Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel
Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang
Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar,
Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya,
Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata,
Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu
Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak,
Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang
Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya,
Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira,
Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang
Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun
Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala
Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun
Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu,
Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem,
Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang
Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba
Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra
Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi
Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena
Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara
Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and
Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah,
Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa,
Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Wayang Purwa I:
Ki Prawirasudirja Surakarta.
Lakon-lakon: Angruna Angruni, Bambang Srigati, Bathara Sambodana Rabi,
Hendrasena, Ramaparasu, Setyaki Rabi, Bagawan Sumong, Doradresana
Makingkin, Tuhuwisesa, Sridenta, Bratadewa, Jayawisesa, Janaka Kembar,
Jayasuparta, Endhang Madyasari, Sekar Widabrata, Samba Rabi, Partajumena
Rabi, Calunthang dan Carapang.
Cerita Wayang dan Wanita
Kunti adalah sosok seorang ibu yang sangat setia terhadap
putra-putranya, hal ini diperlihatkan ketika putranya ( Pandawa )
Menjalani pembuangan di alasa atau hutan Amarta, akibat tipu daya kalah
judi dengan saudaranya Kurawa. Kunti sebagai figur seorang ibu raja yang
lingkungan hidupnya penuh kemewahan rela mengikuti putra-putranya dalam
penderitaan di pembuangan tersebut.
Diceritakan dalam pembuangan tersebut :
Putranya yang masih kecil yaitu: Nakula dan Sadewa mengalami kelaparan
akibat kehabisan makanan selama dua minggu tidak pernah meminum susu dan
madu lagi, yang biasanya diberikan, sehingga ibu Kunti memerintahkan
Arjuna untuk mencarikan kebutuhan tersebut bagi sang putra. Dalam
perjalanan mencari susu dan madu Arjuna dikagetkan oleh seorang putri,
putri yang amat jelita yang berlari menuju sang Arjuna untuk mengabdikan
diri bila sang Arjuna mau menolong dirinya dari kejaran sang lurah yang
buruk rupa namun sakti yang ingin mengawininya.
Ketika Arjuna bertemu ki lurah tersebut, dengan bahasa yang santu
memohon kepada Arjuna agar sang putri tersebut boleh dimintanya. Dengan
rasa haru Arjuna menyanggupi agar si putri mau kembali dan mau
diperistri ki lurah tersebut. Ketika Arjuna menyanggupinya, ki lurah
berjanji akan memberikan jiwa dan raga bahkan apapun yang diminta oleh
Arjuna. Kemudian ki lurah diminta kembali ke padepokannya kemudian
Arjuna menemui sang putri sambil berkata " memang sudah kebetulan bahwa
Arjuna diperintahkan mencari putri yang cantik yang akan dipersembahkan
untuk sang maha raja agar menjadi santapannya "
Mendengar ucapan tersebut sang putri lari ketakutan dan kembali ke
padepokan memeluk ki lurah untuk mendapatkan perlindungan karena akan
dijadikan santapan ( padahal sebelumnya putri tersebut merasa amat jijik
)
Saking senangnya ki lurah buru-buru menjumpai kembali sang Arjuna sambil
mengucapkan terima kasih lalu memohon untuk menyatakan : Imbalan apa
yang ingin Arjuna ingingkan ? dijawab oleh Arjuna, bahwa ia hanya
menginginkan madu dan susu.
Oleh ki lurah dipilihkan madu dan susu yang sangat istimewa, bahkan ki
lurah berjanji jika kelak di perang " mahabarata " ki lurah akan
mempertaruhkan jiwa dan raga demi keluarga Pandawa. Setelah mendapatkan
susu dan madu sang Arjuna menemui kembali sang ibu Kunti, untuk
menyampaikan apa yang diperintahkannya. Dengan senang sang ibu menerima
apa yang dibawa oleh Arjuna, sambil bertanya dimanakah gerangan engkau
mendapatkan susu dan madu sebaik ini. Setelah diceritakan cara
mendapatkannya, dengan marah sang ibu berkata untuk tidak melakukan
perbuatan ini lagi bahkan membuangnya susu dan madu tadi dengan alasan
apabila ini diminumkan kepada adikmu hai Arjuna akan menimbulkan
malapetaka kelak dikemudian hari, karena susu dan madu tersebut didapat
dengan jalan tidak halal ( ksatria ) yaitu dengan cara memanipulasi.
"Sang Arjuna pun menyesal dan memohon ampun serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi di kemudian hari".
Kesimpulan :
1. Disinilah letak seorang ibu yang dinilai sangat bijaksana dalam
memilih makanan pun diperhitungkan bagaimana cara mendapatkannya.
2. Kunti adalah sosok seorang ibu yang penuh pengabdian dan kasih
sayang, dan tanggung jawab yang teramat besar terhadap putra-putranya.
3. Kunti adalah ibu yang bijaksana yang dapat memilah dan mimilih mana
yang semestinya dan mana yang tidak untuk diberikan kepada
putra-putranya.